ARYA BELOG

Rabu, 15 Juli 2009 | | 9 komentar

DALAM sebuah diskusi babad di Jakarta, saya mendapat pertanyaan begini: "Apakah Arya Belog itu sama dengan Arya Tan Wikan? Kalau sama, kenapa namanya berbeda".
Saya menjawabnya dengan enteng saja. Arya Belog tentu saja sama dengan Arya Tan Wikan, karena pengertian kata itu juga sama, "belog" dan "tan wikan" hanyalah penghalusan dalam bahasa Bali, yang artinya bodoh. Masalahnya kenapa ada penghalusan bahasa? Itu berkaitan dengan penghormatan kepada seorang tokoh, bagaimana keterikatan batin seseorang terhadap tokoh itu. Penghormatan ini juga dipengaruhi oleh budaya lokal, kebiasaan tata pergaulan setempat. Sama dengan penghormatan untuk seorang ayah. Ada beberapa sebutan: nanang, bapa, guru, aji. Dalam bahasa Indonesia pun begitu, ada yang menyebutnya: ayah, bapak, papa, babe, bokap.
Kepada peserta diskusi, saya justru balik mengajukan pertanyaan: "Apakah Anda yakin Arya Belog atau Arya Tan Wikan itu, memang nama sebenarnya?" Saya kemudian menjelaskan, bagaimana babad itu harus dibaca dan dipahami. Di masa lalu, seorang tokoh yang datang ke suatu tempat sering "tidak bernama". Bisa karena tokoh itu tak ingin mengagungkan namanya, bisa pula karena masyarakat setempat tak peduli dengan namanya. Karena tokoh itu kemudian berjasa, baru belakangan diberikan nama oleh para pengikutnya dengan beberapa variasi. Ada nama karena julukan, ada nama karena wilayah menetap, ada nama karena keturunan. Danghyang Nirartha di daerah lain disebut Pandita Sakti Wawu Rawuh, karena para pengikutnya sama sekali tak peduli dengan nama beliau. Beliau datang sebagai pendeta dan berjasa mengobati banyak orang, masyarakat memberikan julukan "pendeta sakti yang baru datang".
***
ADA lagi pernyataan dari seorang intelektual Hindu, ketika diskusi babad di Denpasar. Ia mengaku heran, kenapa orang Bali sekarang ini gemar membaca babad. Itu hanya membuang waktu dan bahkan berdampak buruk. Orang-orang Bali sekarang ini akhirnya tersekat dalam kelompok-kelompok karena menemukan silsilah dirinya dalam babad. Kalau berdampak buruk yang hanya memecah-belah orang Bali ke dalam soroh (clan), untuk apa babad ditulis? Lagi pula, sejauh mana penulisan babad itu benar?
Pernyataan itu ada sisi benarnya dari segi keakuratan penulisan babad. Namun, kekhawatirannya berlebihan bahwa penulisan babad berdampak buruk. Babad adalah sejarah. Untuk apa babad ditulis? Sama saja dengan pertanyaan, untuk apa sejarah ditulis? Babad atau sejarah ditulis untuk melihat perjalanan sebuah peradaban. Dari penulisan ini kita menjadi tahu, siapa tokoh yang memainkan peran dalam peradaban itu. Bahwa terjadi penyimpangan, ada tokoh yang perannya dikecilkan dan tokoh lain perannya dibesarkan, itulah akibat ketidak-netralan penulis sejarah. Jangankan babad yang terjadi di masa ratusan tahun lalu yang penulisannya punya kendala karena sumber-sumber sulit didapatkan, sejarah Indonesia moderen pun sudah simpang siur. Lihat yang terjadi sekarang, sejarah Serangan Umum 1 Maret sudah beda antara versi Orde Baru dengan versi setelah Soeharto tak lagi berkuasa. Atau sejarah Supersemar yang membingungkan, apakah Soeharto melakukan kudeta atau Soekarno yang rela memberikan pelimpahan wewenang. Tapi penulisan sejarah tetap penting, dan pelurusan penulisan itu sendiri lebih penting lagi.
Begitu juga babad, penulisannya sangat penting. Kalau ada prasasti baru lagi ditemukan, pelurusan babad pun bisa dilakukan kembali. Masyarakat Bali moderen tak boleh mengabaikan begitu saja keberadaan babad, apalagi memandang penulisan babad sebagai sesuatu yang tak perlu. Sebaliknya, membaca babad juga harus kritis, dan kita harus siap dengan logika, baik mengenai waktu, peristiwa, maupun prilaku tokoh-tokoh dalam babad. Sama halnya dengan penulisan sejarah moderen, penulis babad bisa sangat subyektif karena faktor garis keturunan. Ia bisa membesar-besarkan tokoh pujaannya meskipun perannya kecil. Atau sebaliknya. Sama seperti Soeharto ketika berkuasa, sejarah menulis perannya sangat besar pada Serangan Umum 1 Maret, padahal peran besar itu ada pada Sultan HB IX.
Nah, bagaimana kemudian jika babad itu dibawa dalam kemasan kesenian? Itu sangat tergantung sekehe yang membawakannya, dan bagaimana kelompok itu memuja tokoh dalam babad. Saya punya beberapa versi cerita tentang Ki Pasek Tangkas Kori Agung dalam kaset topeng. Semua versinya beda, tergantung siapa yang ditonjolkan. Bagaimana kita harus mencari pembenarannya? Jangankan kisah masa dulu kala, kisah Jayaprana yang lebih "kekinian" pun juga beda penyajiannya. Ada drama gong yang menyuguhkan adegan, Jayaprana sebelum dibunuh Saunggaling melakukan perlawanan. Mungkin kena pengaruh arja. Tetapi, ketika saya bermain drama gong di kampung sekitar 1970-an, saya menyuguhkan versi lain: Jayaprana dibunuh pelan-pelan di pangkuan Saunggaling, dan justru Saunggaling yang menangis karena ia hanya menjalankan tugas, sementara Jayaprana pun sudah merasa hak raja untuk menghentikan hidupnya, karena memang ia anak pungut. Saya mendapatkan sumber cerita itu dari penuturan ayah, yang terlibat dalam pengabenan Jayaprana, lagi pula masa remaja saya sering berada di rumah kerabat keluarga yang persis di depan Pura Jayaprana di Kalianget. Boleh jadi saya sangat subyektif.Karena itu, jika mencari keakuratan babad lewat pentas kesenian, hanyalah sia-sia, karena seniman punya kebebasan untuk mencari sudut pandang, pesan apa yang mau disampaikan kepada penonton.

ARYA KENCENG

| | 3 komentar

Babad Arya Tabanan, adalah tulisan dari lontar kuno yang dapat ditemukan di Puri(keraton) di Tabanan, seperti Puri Gede Kerambitan dan Puri Anom Tabanan.
Babad ini menceritakan awal ekspedisi Majapahit ke Bali yang dipimpin oleh Mahapatih Gajah Mada dan Arya Dhamar (Adityawarman). Dalam babad ini disebutkan ada kesatriya keturunan kediri yang bersaudara :
Raden Cakradara (suami Tribhuwana)
Arya Damar (Adityawarman)
Arya Kenceng
Arya Kuta wandira
Arya Sentong
Arya Belog
Masing-masing kesatria ini memimpin pasukannya menyerang dari segala penjuru mata angin. Diceritakan setelah Bali berhasil ditaklukan, Arya Damar kembali ke majapahit, kemudian diangkat sebagai Raja di Palembang. Adik-adik beliau ditempatkan sebagai raja di masing-masing daerah di Bali seperti Arya Kenceng di Tabanan, Arya Belog di Kaba-kaba dan sebagainya.
Keturunan dari Raja tabanan, kemudian mendirikan kerajaan Badung (Denpasar) yang terkenal dengan perang Puputan Badung melawan kolonial Belanda. Babad ini juga menceritakan kejadian-kejadian penting dan suksesi raja-raja Tabanan, dari Raja Pertama (Ida Bhatara Shri Arya Kenceng) sampai raja Tabanan yang terakhir (Ida Cokorda Rai Perang) yang tewas muput raga (menusuk diri sendiri) di Denpasar pada tahun 1906 karena tidak mau tunduk kepada Belanda, Putra mahkota Raja Tabanan KI Gusti Ngurah Gede Pegeg, juga ikut mengakhiri dirinya bersama ayah beliau. Sehingga di Puri Agung Tabanan kemudian hanya tersisa 2 dua orang Putri Raja dari permaisuri yakni Sagung Ayu Oka dan Sagung Ayu Putu, yang kemudian keduanya pindah dan menetap di Puri Anom Tabanan, karena Puri Agung Singasana Tabanan dibakar habis oleh Belanda. Sagung Ayu Oka kemudian menikah dengan Kramer seorang Klerk Kontrolir Belanda, dan Sagung Ayu Putu menikah dengan Ki Gusti Ngurah Anom, di Puri Anom Tabanan. Demikian Riwayat akhir dari Puri Agung Singasana Tabanan.
Berikut silsilah Raja-Raja Tabanan
Bhatara Adwaya Brahman Shri Tinuheng Pura (Beliau yang di hormati di Singasari & Majapahit) beristrikan Dara Jingga (Sira Alaki Dewa/ beliau yang bersuami seorang Dewa)
Raden Cakradara (suami Tribhuwana Tungga Dewi)
Shri Arya Damar (Adityawarman)Raja Palembang
Shri Arya Kenceng
Shri Arya Kuta wandira
Shri Arya Sentong
Shri Arya Belog
I Bhatara Shri Arya Kenceng Raja Tabanan I
1.Shri Megada Prabu (Tidak berminat dengan keduniawian, Membangun Pasraman di Kubon Tingguh)
2. Shri Megada Natha
3. Arya Tegeh Kori (Sirarya Kenceng Tegeh Kori / Arya Benculuk)Membangun kerajaan di Badung
II Shri Magada Natha Raja Tabanan II
1. Shri Arya Ngurah Langwang
2. Ki Gusti Made Utara (menurunkan Pragusti Jero Subamya)
3. Ki Gusti Nyoman Pascima (Menurunkan Pragusti Pameregan)
4. Ki Gusti Ketut Wetaning Pangkung (Menurunkan Pragusti Lod Rurung, Kesimpar & Srampingan)
5. Kigusti Samping Boni (Menurunkan Pragusti Ersania, Kyayi Nengah & Kyayi Titih)
6. Ki Gusti Nyoman Batan Ancak (Menurunkan Pragusti Ancak & Angligan)
7. Ki Gusti ketut Lebah
8. Ki Gusti Ketut Pucangan (Arya Ketut Notor Wanira) (Menurunkan Raja-raja Badung & Denpasar)
III Shri Arya Ngurah Langwang (Shri Arya Ngurah Tabanan/Shri Arya Nangun Graha)Raja ke 3
1. Sang Nateng Singasana
2. Ki Gusti Lod Carik
3. Kigusti Dangin Pasar (Menurunkan Pragusti Suna,Munang,Batur)
4. Ki Gusti Dangin Margi (Menurunkan K Gst Blambangan, Kgst Jong, Kgst Nang Pagla, K G Nang Rawos)
IV Sang Nateng Singasana (Ida Bhatara Makules)Raja IV & VII
1. Ki Gusti Wayahan Pamedekan
2. Ki Gusti Made Pamedekan
3. Ki Gusti Kukuh
4. Ki Gusti Bola
5. Ki Gusti Wangaya
6. Ki Gusti Made
7. Ki Gusti Kajyanan
V Ki Gusti Wayahan Pamedekan (Raja V)
1. Ki Gusti Nengah Malkangin
2. Raden Tumenggung (Putra yang lahir di Mataram, setelah K G W Pamedekan ditangkap dalam perang dengan Mataram, dan diangkat sebagai mantu oleh Raja Mataram)
VI. Ki Gusti Made Pamedekan (Raja VI) (di tugaskan kembali ke Bali dan menggantikan Kakaknya sebagai raja ke 6
1. Bhatara Nisweng Penida
2. Kyayi Made Dalang
VII Sang Nateng Singasana (kembali naik tahta karena K G Made Pamedekan wafat dan putra mahkota masih kbelum dewasa)
VIIIBhatara Nisweng Panida (Raja VIII)
1. Ki Gusti Alit Dawuh
IX Ki Gusti Alit Dawuh (Shri Magada Sakti) (Raja IX)
1. Bhatara Lepas Pemade
2. Gusti Nyoman Telabah
3. Kyayi Jegu
4. Kyayi Kerasan
5. Kyayi Oka
X Bhatara Lepas Pemade (Raja X)
1. Ida Cokorda Sekar
2. Ki Gusti Ngurah Gede Banjar (Menjadi angrurah di kerambitan dan menurunkan Puri-puri di kerambitan)
3. Ki Gusti Ngurah Made Dawuh (Cokorda Dawuh Pala)
4. Ki Gusti Sari (Bermukim si Wanasari)
5. Ki Gusti Pandak (Bermukim di Pandak)
6. Ki Gusti Pucangan (Bermukim di Buwahan)
7. Ki Gusti Rejasa (bermukin di Rejasa)
8. Ki Gusti Bongan (Bermukim di Bongan Kawuh)
9. Ki Gusti Sangian (Bermukim di Banjar Ambengan)
10. Ki Gusti Den
XI Ida Cokorda Sekar(Raja XI)
1. Ki Gusti Ngurah Gede
2. Ki Gusti Ngurah Made Rai (Membangun Puri Kaleran, Kembali masuk puri agung setelah Raja X Wafat)
3. Ki Gusti Ngurah Rai (Membangun puri di Penebel, Menurunkan ki Gusti Ngurah Ubung & Jero Kerambitan/kekeran di Kerambitan)Keturunan Ki gusti Ngurah Ubung Musnah di bunuh dalam perang dengan Ki Gusti Ngurah Agung.
4. Ki Gusti Ngurah Anom (Membangun Puri Mas di sebelah Utara Puri Singasana, seluruh keturunannya musnah di bunuh oleh Ki gusti Ngurah Rai penebel)
XII Ida Cokorda Gede (Raja XII)
1. Ki Gusti Nengah Timpag
2. KI Gusti Sambyahan
3. Ki Gusti Ketut Celuk
XIII Ida Cokorda Made Rai (Raja XIII)
1. Ki Gusti Ngurah Agung Gede (Seda sebelum Mabiseka Ratu)
2, Ki Gusti Ngurah Nyoman Panji (Seda Sebelum Mebiseka Ratu)
3. Kyayi Buruan
4. Kyayi Tegeh
5. Kyayi Beng (Menurunkan Jero Gede Beng, Jero Beng Kawan & Jero Putu)
6. Kyayi Perean (menurunkan Jero Gede Oka, Jero Gede Kompyang)
XIV Ki Gusti Ngurah Nyoman Panji (Tidak menjadi raja, meninggal sblm naik tahta)
1. Ki Gusti Ngurah Agung
2. Ki Gusti Ngurah Demung (Sebagai Pemade di Puri Kaleran)
3. Ki Gusti Ngurah Celuk (Membangun Puri Kediri)
XVKi Gusti Ngurah Agung (Putra Ki Gst Ngr Panji) (Ida Cokorda Tabanan, Raja XIV)
1. Sirarya Ngurah Agung
2. Ki Gusti Ngurah Gede Banjar (Membangun Puri Anom, menetap di saren Kangin)
3. Ki Gusti Ngurah Rai (Diangkat sbg Putra oleh K Gst Ngr demung di Puri Kaleran)
4. Sirarya Ngurah (Diangkat sbg Putra oleh K Gst Ngr demung di Puri Kaleran)
5. Ki Gusti Ngurah Nyoman (Membangun Puri Anom, menetap di saren Kawuh / Saren tengah sekarang)
6. Ki Gusti Ngurah Made Penarukan (Membangun Puri Anyar Tabanan)
XVI Sirarya Ngurah Agung Tabanan (Bhatara Ngaluhur), Raja XV
1. Sirarya Ngurah Agung (Seda sebelum Mabiseka ratu)
2. Ki Gusti Ngurah Gede Mas (Seda sebelum mabiseka ratu)
3. Ki Gusti Ngurah Alit Senapahan (Seda sebelum Mabiseka Ratu)
4. Ki Gusti Ngurah Rai Perang (Membangun Puri Dangin)
5. Ki Gusti Ngurah Made Batan (Puri Dangin)
6. Ki Gusti Ngurah Nyoman Pangkung (Puri Dangin)
7. I Gusti Ngurah Gede Marga (Membangun Puri Denpasar
8. I Gusti Ngurah Putu (Membangun Puri Mecutan Tabanan)
9. Sagung Wah (terkenal memimpi Bebalikan Wangaya melawan Belanda)
XVII Ida Cokorda Rai Perang (Kembali masuk ke puri Agung setelah semua Putra mahkota wafat, merupakan Raja Tabanan ke XVI, Ratu Singasana Tabanan Terakhir, Muput Raga di Badung setelah terjadinya Puputan Badung.
1. Ki Gusti Ngurah gede Pegeg (Turut Muput Raga di Badung th 1906)
2. Sagung Ayu Putu (Pindah ke Puri Anom ) menikah dgn Ki Gusti Ngurah Anom di Puri Anom Tabanan. Menurunkan keturunan di Puri Anom Saren Taman atau sekarang disebut Puri Anom Saren kauh.
3. Sagung Ayu Oka (Menikah dengan Mr.Kramer, Klerk kontrolir Belanda) keturunannya tidak diketahui lagi.
Pada era penjajahan Belanda, Belanda kemudian membentuk suatu daerah otonomi yang dipimpin oleh seorang self bestur. daerah ini disesuaikan dengan pembagian kerajaan2 sebelumnya. untuk Tabanan dan Badung self bestur diberi gelar Ida Cokorda, Gianyar Ida Anak Agung dan sebagainya...
untuk daerah Tabanan, Belanda kemudian memilih I Gusti Ngurah Ketut Putra bungsu dari Ki Gst Ngr Putu di Puri Mecutan, Tabanan sebagai Kepala Pemerintahan Otonomi Belanda. Sesuai dengan SK Belanda, beliau diberi gelar Cokorda.

ARYA WANG BANG PINATIH

| | 5 komentar

Untuk mengetahui sejarah perjalanan Bhatara Kawitan Arya Wang Bang Pinatih, Sabtu (3/11), Paiketan Warga Arya Wang Bang Pinatih Wilayah Kuta-Badung melaksanakan napak tilas ke sejumlah pura. Sebelum melaksanakan napak tilas, warga Arya Wang Bang Pinatih melakukan persembahyangan bersama yang dipusatkan di Pura Mutering Jagat di Desa Kerthalangu, Denpasar Timur yang diikuti segenap warga paiketan.
Turut hadir pada kesempatan tersebut Drs. Ketut Sudikerta yang juga sebagai Wakil Bupati Badung, penglingsir Puri Penatih IGN Jaya Negara, Nyoman Sukada (Ketua Harian PHDI Badung) dan warga paiketan dari seluruh Bali . Sekretaris Paiketan Warga Arya Wang Bang Pinatih Wilayah Kuta, Ketut Sugita mengatakan, tujuan dari kegiatan ini untuk mengetahui sejarah asal usul perjalanan leluhur Bhatara Kawitan Arya Wang Bang Pinatih, sehingga warga tidak melupakan kawitannya. Selain itu, untuk memupuk tali persatuan kesatuan antar warga paiketan dalam usaha meningkatkan sradha dan bakti kepada kawitannya.
Sugita menjelaskan, pura-pura yang menjadi tempat napak tilas masing-masing Pura Mutering Jagat Desa Kerthalangu, Pura Dalem Bangun Sakti, Pura Dalem Peninjoan, Pura Padang Sakti dan Pura Ajumeneng Sanur. Kegiatan ini rutin dilaksanakan setiap tahunnya dimulai sejak tahun 2003 yang digelar di Wilayah Biting Lumajang Jawa Timur. Selanjutnya tahun 2005 dilaksanakan di Besakih. Untuk tahun 2007 ini pelaksanaannya dilakukan oleh paiketan warga Arya Wang Bang Pinatih wilayah Kecamatan Kuta.
Jumlah warga paketan untuk di Kec. Kuta saja 2020 KK dan ini belum termasuk daerah lainnya di Bali. Sedangkan kepengurusan warga Arya Wang Bang Pinatih di Bali, baru terbentuk di Kabupaten Badung saja. Oleh karena itu, pihaknya berharap warga Arya Wang Bang Pinatih di Kabupaten/Kota se-Bali segera membentuk kepengurusan sehingga terwujud jalinan komunikasi antar warga.Sugita menambahkan, program kedepan pihaknya akan melaksanakan pembacaan prasasti lontar di Nusa Dua serta menerbitkan buku sejarah perjalanan leluhur Bhatara Kawitan Arya Wang Bang Pinatih. (477/*)

KI TAMBYAK

| | 3 komentar

Babad Ki Tambyak

Semoga tiada halangan dengan memuja Ongkara Bali (memuja Tuhan dalam wujud Aksara Suci), dengan anugerah Hyang Prajapati, segala bencana terhindari. Sujud hamba kehadapan leluhur, kehadapan Sang Hyang Bumipati, izinkanlah hamba mengutarakan kisah Arya Tambyak pada masa lampau. Semoga hamba tidak terkena kutukan leluhur, tidak durhaka, tidak tertimpa mala petaka, dan semoga berhasil dengan sempurna, menemukan keselamatan, panjang umur dan seluruh sanak keluarga hamba menemukan kebahagiaan.
Ada seorang brahmana sakti, datang ke Bali, menyertai Paduka Batara Putra Jaya yang bersemayam di pura Besakih, dan Sang Hyang Genijaya yang bersemayam di Gunung Lempuyang. Beliau adalah Begawan Maya Cakru yang gemar bertapa dan berasrama di Silayukti. Entah berapa hari lamanya baginda pendeta tinggal di Bali, dia pun bermain-main di Desa Panarajon di tepi Danau Batur. Tiba-tiba ia disusul oleh isterinya. Ketika tiba di Desa Panarajon, ia sangat kaget melihat isterinya menyusul perjalanannya. Baginda pendeta berkata:
"Wahai Adinda, apa sebabnya Adinda datang, menyusul perjalanan Kakanda, tanpa merasa lelah". Isterinya menjawab: "Sujud hamba kehadapan Paduka Pendeta, hamba berhasrat menyusul perjalanan Paduka". Begawan Maya Cakru menjawab: "Wahai istriku, Kakanda bermaksud menghadap Paduka Bhatari di Ulun Danu. Oleh karena Adinda sedang hamil, janganlah Adinda mengikuti Kakanda". Ketika sang pendeta berkata demikian, tampak isterinya masih tetap bersikeras menyertai suaminya, agar dapat menghadap Paduka Bhatari. Mereka berjalan amat cepat.
Tiba-tiba mereka sudah sampai di tepi Danau Batur, di sana ada sebuah batu datar terletak di bawah pohon kayu mas ( kayu sena ). Di sanalah isterinya duduk, oleh karena terlalu lelah dalam perjalanan. Tidak lama kemudian bayinya pun lahir dan jatuh di atas batu. Batu itu pecah. Baginda pendeta berkata: "Wahai anakku yang baru lahir, aku terpesona menyaksikan kelahiranmu, jatuh di atas batu, namun engkau tidak cedera dan tetap hidup. Karena itu, aku memberikan nama I Tambyak. Sekarang aku akan kembali ke alam dewa (moksa), semoga engkau selaku keturunanku tetap bahagia, panjang umur, sampai kelak tetap dikasihi oleh raja-raja Bali". Demikianlah kata-kata Begawan Maya Cakru, lalu beliau menggaib. Tidak dikisahkan lagi baginda pendeta, sekarang dikisahkan bayi itu sedang menangis menjerit-jerit di atas batu.
Tidak panjang lebar dikisahkan, tersebutlah seorang Kabayan dari Desa Panarajon sedang bermain-main di tepi danau. Bayi itu dijumpai sedang menangis di bawah pohon kayu mas, lalu diambilnya. Bayi itu berhenti menangis. Kabayan Panarajon memungut bayi tersebut dan dijadikan anak angkat. Entah berapa hari lamanya, bayi itu dipelihara oleh orang-orang Bali Aga, ia tumbuh dengan sehat. Alangkah besarnya kasih sayang sekalian orang-orang Panarajon kepada si bayi. Ketika dia sudah bisa membalas budi baik penduduk desa-desa di sekitarnya, lalu ia bergelar Pangeran Tambyak.
Demikianlah ceritanya bahwa ada seorang rakyat di Desa Panarajon Batur amat pandai dalam berbagai ilmu pengetahuan, dan bertabiat mulia. Oleh karena baginda raja ingin mengetahui kehebatan Ki Tambyak, maka Ki Jro Kabayan Panarajon beserta anak angkatnya itu dipanggil agar menghadap ke istana. Demikian pula para menteri istana, antara lain Baginda Kebo Waruga yang memerintah di Blahbatuh, diikuti oleh prajurit pilihan. Baginda Arya Tunjung Tutur memerintah di Tenganan Pagringsingan juga diikuti oleh prajurit terpilihnya. Si Arya Kalungsingkal yang bertahta di Taro diikuti pula oleh para prajurit andalannya.
Demikian pula Ki Pasung Grigis yang menguasai Desa Tengkulak didampingi oleh seorang prajurit terkemuka yang dijuluki Pasar Tubuh Bedahulu, siap-siaga sama-sama memegang senjata, mereka nampak sama-sama tegar, siaga dengan bekal keahlian dan kesaktian, akan bertanding mengadu kekuatan dengan I Tambyak Tidak diceritakan lebih jauh, mereka sudah tiba di kerajaan Batanyar, menghadap Sri Haji Tapohulung. Selanjutnya, para prajurit itu disuruh membuat benteng pertahanan oleh baginda raja, di sebelah timur Desa Pejeng. Orang- orang Panarajon berada di utara. Orang-orang Tenganan, Blahbatuh, Tengkulak, Taro, ada yang berjaga di timur, di barat, dan di selatan. Lalu baginda raja muncul dikawal oleh Baginda Kebo Taruna, Kalungsingkal, Tunjung Tutur, dan Pasung Grigis. Itulah para menteri baginda raja Sri Haji Tapohulung. Dari kursi singasana emas, baginda raja memanggil seluruh prajuritnya untuk bersama-sama berperang melawan I Tambyak.
Majulah seorang prajurit Si Arya Pasung Grigis yang bernama I Kabayan Batu Sepih yang sudah siap siaga dengan senjatanya, yaitu keris Si Pedang Lembu, yang bersinar bagaikan pancaran sinar mercu. Orang-orang Bali selatan bersorak-sorai, silih berganti, oleh karena kemenangan baginda I Kabayan Batu Sepih, oleh karena beliau sudah termashur jaya dalam peperangan. Pada saat itu, orang-orang Panarajon nampak ketakutan. Si Kabayan Panarajon niscaya mampu menghadapi serangan musuh, karena itu Ki Tambyak disuruh bersiap siaga. Baginda raja menyuruh I Tambyak agar siap berlaga. Dia pun datang ke tengah medan laga, sama-sama menghunus keris. Suara kentongan bertalu-talu, tawa-tawa, kendang besar dan bunyi-bunyian mengalun, diiringi dengan suara gamelan, serta suara kendang dan gong beri yang berbarung gemuruh, suara gong itu menggema dibarengi sorak- sorai yang tiada putus-putusnya, sungguh bagaikan gelombang lautan.
Mereka berdua nampak siaga dan mulai mematukkan kerisnya, saling mengintai, saling tangkis, saling sodok, saling tendang, mereka sama-sama pandai memainkan pedang. Mereka bergulat saling tusuk, tubuhnya sama-sama melemas. Debu-debu pun tertidur karena diinjak-injak oleh orang yang sedang berlaga itu, sungguh-sungguh bagaikan peperangan Bima melawan Suyudana ketika mengadu kesaktian. Namun tiba-tiba dalam sekejap saja, Kabayan Batu Sepih terkena tusukan Ki Tambyak sehingga gugur terkapar di tanah. Karena Ki Pangeran Batu Sepih gugur maka seluruh prajuritnya berang. Abitah artinya dia tidak takut kepada orang banyak, pregitah artinya dia tidak takut menandingi musuh yang banyak, dan asayah artinya dia tidak takut mati di tangan musuh. Demikianlah dia tetap berlaga melawan musuh-musuhnya, bagaikan roda pemintalan, I Tambyak berputar-putar. Banyak prajurit yang gugur, tidak ada yang tidak patah lengannya, ada pula ususnya keluar, mayat bertumpuk-tumpuk bagaikan gunung di medan laga, oleh karena telah terbukti kehebatan I Tambyak. I Tambyak disuruh berhenti berperang dan dipersilakan duduk oleh baginda raja. Dengan disaksikan oleh seluruh rakyat dan para menteri. Dia pun diberi pakaian kebesaran seorang patih serta perlengkapan lain yang utama. Oleh karena itu, dia lalu bergelar Ki Patih Tambyak. Entah berapa lama sudah Ki Tambyak menjabat patih, keadaan negeri sangat tenteram di bawah pemerintahan baginda raja Sri Haji Bedhamurdi yang sudah termashur di seluruh negeri. Tidak diceritakan lebih lanjut kejayaan baginda raja dalam memerintah Bali.
Sekarang dikisahkan baginda Patih Tambyak menjadi teladan semua rakyat, dengan sentosa seluruh sanak keluarganya ikut serta menjaga negeri, turun-temurun menjadi patih. Diturunkan dari sifat ayahnya, maka segala bentuk upacara korban selalu dilaksanakan, adat-istiadat berlangsung sebagaimana tercantum dalam purana. Demikianlah keadaan negeri pada masa pemerintahan Patih Tambyak. Setelah berselang beberapa lama, Sri Haji Gajah Wahana dinobatkan menjadi raja Bali Aga. Namun tampak kejanggalan- kejanggalan pada masa pemerintahannya pertanda masa Kali sudah tiba. Sekarang dikisahkan kehancuran kerajaan Bedahulu yang disebabkan oleh serangan Majapahit di bawah pimpinan Patih Gajah Mada, yang membuat tipu muslihat dan menjalankan ajaran aji sukma kajanardanan.
Demikian misalnya terdengar berita kematian Kebo Taruna, tertangkapnya Pasung Grigis di daerah Tengkulak menyebabkan hancurnya kerajaan Bedahulu, juga karena kesaktian Arya Damar yang menguasai ilmu kadigjayan yang sempurna, Sri Haji Bedhamurdi terlebih dahulu meninggal, baginda Patih Kalungsingkal dibunuh oleh Arya Sentong.
Adapun Ki Patih Tambyak, beserta sanak keluarganya, ada yang mati, ada yang masih hidup, ada yang mengungsi terpencar ke sana-sini, ada yang menyusup ke desa-desa, ada yang ke sebelah utara gunung yaitu ke Desa Bungkulan, ada yang ke Jembrana, ada yang ke Tabanan, ada yang ke timur, ke selatan. Mereka tidak berani mengakui wangsanya. Di setiap desa yang disusupinya, mereka senantiasa mengaku keturunan Arya Bandesa. Adapun ketika masa kekalahan Bali Aga, di Bali tidak ada raja. Para dewa pun cemas menyaksikan kehancuran ini. Tersebutlah seorang pendeta suci yang bernama Dang Hyang Kepakisan. Beliau Adalah penasehat Patih Gajah Mada. Konon beliau lahir dari batu. Pada saat beliau memuja Dewa Surya (Surya Sewana), beliau bertemu dengan bidadari. Bidadari itu dinikahinya. Setelah beliau berputra, putra-putranya itu diminta oleh patih Gajah Mada sebagai raja. Yang paling tua dinobatkan di Blambangan, yang kedua bertahta di Pasuruhan, yang perempuan dinobatkan di Sumbawa, dan terkecil dinobatkan di Bali Aga, disertai oleh rakyat yang sakti dan kebal- kebal, serta bertabiat mulia.
Sungguh-sungguh bagaikan Kresna titisan Dewa Wisnu, nyata sekali baginda sudah mendalami Tri Radya. Setelah itu akan dikisahkan baginda Maharaja Kapakisan yang memerintah Bali yang kerajaannya diusahakan oleh patih Gajah Mada beserta pakaian kebesaran kerajaan dan sebilah keris yang bernama Si Ganja Dungkul, lengkap tidak ada yang kurang, serta didampingi oleh beliau Arya Kanuruhan, Arya Wang Bang, Arya Dalancang, Arya Belog, Arya Pangalasan, dan Arya Manguri. Di belakang Arya Wang Bang adalah Arya Kutawaringin dan tersebut pula Arya Gajah Para datang ke Bali dan menetap di Tianyar. Sedangkan Arya Kutawaringin bertempat tinggal di Toya Anyar. Hal itu disebabkan karena dahulu beliau itu ialah guru dari patih Gajah Mada yang kini menyertai perjalanan Arya Kapakisan ke Bali. Ada pula tiga orang Wesya yang berasal dari Majapahit yaitu Si Tan Kober, Tan Mundur dan Si Tan Kawur juga datang ke Bali.
Demikianlah cerita yang tersebut dalam lontar. Jika ada kata-kata yang menyimpang, mohon dimaafkan agar tidak terkena kutukan, dan semoga hamba menemukan keselamatan, tidak menemui rintangan-rintangan sampai pada sanak keluarga dan keturunan-keturunan hamba, selalu dicintai rakyat. Tidak akan dikisahkan lebih jauh mengenai pemerintahan Dalem beserta sanak keluarganya yang beristana di Harsapura (Klungkung). Sekarang akan diceritakan beliau Arya Wang Bang, seorang keturunan brahmana. Pada zaman dahulu ada seorang pengawal turun ke Bali mendampingi beliau Dalem Kresna Kapakisan. Beliau kemudian menguasai wilayah Tabanan. Beliau bernama Kyayi Ngurah Kenceng. Beliau beristrikan putri Pangeran Bendesa Tumbak Bayuh, dan mempunyai dua orang anak laki-laki. Yang tertua bernama Si Arya Rangong dan adiknya bernama Si Arya Ruju Bandesa.
Adapun beliau Arya Rangong amat in hati terhadap adiknya. Kematian adiknya seakan-akan dicari-cari. Namun dia tidak berhasil karena amat besar cinta kasih para dewa terhadap Arya Ruju Bandesa. Ada lagi tipu muslihat Si Arya Rangong yaitu ada pohon beringin yang sangat besar dan tinggi, tempat persemayaman Jro Gede dari Nusa Kambangan. Pohon beringin itu sangat angker, berada di Puri Buahan. Si Arya Ruju Bandesa disuruh memangkas pohon beringin itu oleh kakaknya. Dia tidak menolak dan segera memangkas pohon beringin itu. Semua orang terpesona menyaksikan Si Arya Ruju Bandesa memangkas pohon beringin karena sama sekali tidak tertimpa bencana. Setelah itu, beliau bergelar Arya Notor Waringin, ia amat dicintai rakyat, bakti terhadap dewa, tidak henti-hentinya memuja Tuhan, dalam menciptakan kesejahteraan negeri. Demikian seterusnya, sebuah candi pun telah didirikan oleh Arya Notor Waringin. Namun kakaknya Arya Rangong masih saja merasa iri hati kepadanya. Tiba-tiba dia minggat dari istana, berjalan menyusup ke tengah hutan, sambil memuji kebesaran Tuhan guna mendapatkan kekosongan. Tidak dikisahkan dalam perjalanannya, tiba-tiba dia telah sampai di pinggir sebuah danau dekat Desa Panarajon. Di sana dia bertemu dengan Pangeran Bandesa Tambyak. Mereka berdua saling memperkenalkan diri. Alangkah bahagianya Pangeran Bandesa Tambyak dapat bertemu dengan seseorang yang berbudi luhur.
Entah berapa lamanya Kyayi Notor Waringin berada di Desa Panarajon, bermain-main di tepi danau. Tiba-tiba Paduka Batara muncul di tengah danau. Mereka berdua segera menyembah, tidak berselang lama, akhirnya mereka berdua dipanggil untuk datang dan duduk di hadapan Paduka Batara. Mereka menyembah dengan hati yang suci bersih. Setelah selesai memuja, mereka disuruh naik ke puncak bukit. Mereka tidak menolak perintah Paduka Batara. Pada saat mereka berdua tiba di puncak bukit, mendampingi Paduka Batara, Kyayi Notor Waringin dianugerahi sebuah sumpit. Dia dipersilakan melihat daerah-daerah melalui lubang sumpit itu. Adapun daerah yang berhak dikuasainya, dari timur, barat, utara, dan selatan.
Daerah-daerah itu nampak terang. Tetapi di arah barat laut terlihat sebuah desa yang gelap. Menurut Batara, konon daerah itu akan dikuasai oleh Ki Ngurah Arya Notor Waringin. Demikian anugerah Batara kepadanya. Beliau Arya Notor Waringin kemudian menguasai daerah Badung, didampingi oleh teman dekatnya yang bernama Bandesa Tambyak. Setelah itu, Pangeran Bendesa Tambyak di anugerahi oleh temannya: "Wahai Bandesa Tambyak, betapa besarnya cinta kasihmu terhadap diriku, baik pada saat suka maupun duka, sejak dulu sampai sekarang. Saat ini engkau dan aku berada di daerah Badung atas restu Paduka sejak dulu sampai kelak, tidak dapat dipisahkan, kita sehidup semati, demikian sampai kelak seluruh sanak keluarga dan keturunan Bandesa Tambyak tidak dikenai hukuman. Tidak dijatuhi hukuman mati, jika engkau mendapat hukuman mati, hal itu dapat dibayar dengan uang. Jika engkau didenda dengan uang, itu dapat diampuni. Harta milikmu tidak dapat dirampas. Jika engkau bersalah, engkau akan diusir dan terampuni". Demikian anugerah raja Badung kepada Pangeran Tambyak. Entah berapa lamanya, Sri Anglurah Notor Waringin menjadi raja Badung, didampingi oleh abdi setianya yaitu Pangeran Tambyak, betapa sejahteranya negeri Badung. Tidak ada musuh yang berani menandingi baginda. Semakin hari semakin besar restu dan anugerah Batara kepada baginda. Beliau berhasil membunuh burung gagak siluman, sehingga dia diangkat sebagai menteri oleh Dalem, memimpin para menteri. Entah berapa lamanya Kyayi Notor Waringin memerintah negeri Badung, timbullah niat buruk Ki Bandesa Tambyak, dengan mengadakan huru-hara di istana. Karena itu dia disuruh menguasai desa-desa berikut penduduknya di daerah Bukit Pecatu. Ada pula yang diusir ke Sumerta, dan ada yang ke Desa Pahang. Semua keturunannya hidup tenteram. Tidak akan dikisahkan lebih jauh perihal Sri Anglurah Notor Waringin yang berkuasa di negeri Badung. Putra-putranya silih berganti, turun-temurun menjadi raja. Ada yang bertahta di Puri Tambangan, ada yang bertahta di Puri Denpasar, dan ada bertahta di Puri Kesiman.
Adapun Pangeran Bandesa Tambyak yang berada di Desa Pahang, kemudian mengungsi ke Desa Timbul Sukawati beserta istri, anak-anaknya dan Gusti Grenceng serta I Gusti Brasan. Entah berapa lamanya mereka berada di Sukawati, lalu mereka berpindah lagi, karena kekalahannya melawan Cokorda Karang. Gusti Brasan sudah lebih dulu kembali ke Badung bersama-sama Gusti Grenceng. Adapun Ki Bandesa Tambyak yang masih tertinggal di Sukawati menyamar menjadi Pangeran Pahang. Dia pun masih dikejar-kejar oleh I Dewa Nataran, karena itu ia lari untuk bersembunyi ke pinggir sungai Wos.
Setelah itu dia lari ke arah barat menuju Desa Mantring. Hujan dan angin ribut menyelimuti daerah di sekitar desa itu. Karenanya orang-orang yang mengejarnya kembali pulang. Di sana Pangeran Pahang menangis tersedu-sedu, katanya: "Oh Tuhanku, Dewa dari semua Dewa, beserta Paduka Batara Sang Hyang Siwa Raditya, dan leluhurku yang berada di Desa Panarajon, dan Paduka Batara Dalem di Desa Pahang, lindungilah hamba dari kematian dan kejaran musuh". Tiga empat kali, ia memuja Paduka Batara, Tiba-tiba dari pohon beringin itu muncul sinar, dan I Buta Panji Landung menampakkan diri, amat kasihan melihat Ki Bandesa Tambyak menangis di sisi tempat tidurnya: " Wahai Bandesa Tambyak, aku menganugerahimu, agar engkau menemukan keselamatan". Ki Tambyak menjawab: " Oh Tuhanku, siapa gerangan yang masih menaruh belas kasihan terhadapku?" "Wahai Tambyak, aku adalah Buta Panji Landung, Dewa dari semua Dewa di pohon beringin ini. Wahai Tambyak, semoga engkau menemukan keselamatan, panjang umur, sanak keluarga dan keturunanmu mendapatkan kesejahteraan, dicintai oleh masyarakat, oleh semua mahluk, tidak tertimpa mara bahaya". "Sujud hamba kehadapan Batara abdi Paduka Batara tidak akan meninggalkan desa ini, supaya ada yang menyembah Paduka Batara di sini, sanak keluarga dan keturunan hamba turun-temurun tidak akan lupa menyembah Paduka Batara" "Wahai Bandesa Tambyak, janganlah engkau lupa akan janjimu". Demikianlah anugerah Setelah itu beliau menggaib lagi. Karena itulah jalan itu dinamakan Rurung Panji. Tidak dikisahkan lagi keadaan Ki Tambyak, sekarang akan diceritakan Sri Agung Karang bertahta di daerah Tapesan. Negerinya amat Sejahtera, tidak jauh berbeda dengan kakaknya yang bertahta di Peliatan. Tidak diceritakan lagi Ida Dewa Agung Karang, kini akan diceritakan Ki Bandesa Tambyak yang menetap di Desa Celuk Mantring, sama-sama memiliki tempat tinggal. Setelah itu beliau memindahkan leluhurnya dari Desa Pahang, diwujudkan dalam bentuk Area Batara Siwa Raditya, dijadikan tempat persemayaman Batara Panji Landung yang berada di Madyasari. Demikian cerita Ki Bandesa Tambyak yang berada di Celuk Mantring. Sudah tersurat dalam lontar (prasasti).

ARYA TEGEH KORI

| | 2 komentar

BABAD ARYA TEGEH KURI
Oleh : Bhagawan Dwija
Om Swastyastu,
Arya Kenceng Tegeh Kuri (bukan Kori) adalah anak kandung dari Dalem
(Raja). Ada dua kemungkinan 'Dalem' yaitu :
1.
Dalem Sri Kresna Kepakisan, raja I setelah pendudukan Majapahit,
beristana di Puri Samprangan
2.
Dalem Agra Samprangan, raja II setelah wafatnya Sri Kresna Kepakisan,
juga tetap beristana di Puri Samprangan.
Ketidakjelasan tentang raja yang mana, karena :
1.
Dalam babad Arya Kenceng Tegeh Kuri tidak jelas disebutkan nama Dalem.
2.
Dalam babad Dalem, tidak pernah disebutkan bahwa kedua raja itu pernah
mempunyai anak yang 'dihadiahkan' kepada Arya Kenceng.
Perkiraan itu muncul karena Arya Kenceng adalah salah satu panglima
perang dari pasukan Gajahmada yang menaklukkan Bali di tahun 1300, jadi
seangkatan dengan Dalem Sri Kresna Kepakisan, atau menjadi penglingsir
Dalem berikutnya.
Anak (putra) Dalem itu dianggap bersalah karena merangkul ayahnya yang
sedang duduk di balai persidangan. Oleh karena bersalah, maka anaknya
di-'pecat' sebagai anak, kemudian diberikan kepada Arya
Kenceng untuk diboyong ke istananya di Buahan, Tabanan, serta diberi
nama Arya Kenceng Tegeh Kuri (AKTK).
Sementara itu Arya Kenceng mempunyai anak kandung bernama Arya
Ngurah Tabanan. Setelah Arya Kenceng wafat, terjadi perselisihan diantara
anak kandung dan anak angkat, sehingga AKTK merantau dan akhirnya
menetap di Benculuk (Tonja - Denpasar)
Suatu ketika, ATKT mempunyai anak gadis bernama Ni Gusti Ayu Mimba;
gadis ini diperebutkan oleh anak Arya Ngurah Tabanan bernama Arya
Pucangan, dengan rivalnya, putra Raja Menguwi.
Karena AKTK memihak Menguwi, maka puri Benculuk digempur oleh Arya
Pucangan, maka disinilah berakhirnya kerajaan Benculuk.
Keturunan AKTK semuanya menyebar ke seluruh Bali.
Om Santih, Santih, Santih, Om

ARYA KANURUHAN

| | 0 komentar

BABAD ARYA KANURUHAN (BRANGSINGA, TANGKAS, PEGATEPAN)
I. PENDAHULUAN.
1, Latar Belakang.
Terdorong keinginan untuk mengetahui riwayat dari kawitan Tangkas yang hingga sekarang ini masih kacau karena masing masing buku memberikan penjelasan – penjelasan yang berbeda -beda, sehingga timbul niat kami untuk mencari titik kebenaran tentang riwayat Tangkas tersebut, seperti asal usul mereka dan apa fungsinya di dalam menjalankan tugas ncgara dan Agama
Untuk menelusuri ini kami mulai bertitik tolak dari sejarah Zaman Kediri, Singosari dan Majapahit karena ketiga kerajaan ini dapat memberikan andil yang sangat besar terutama dalam bidang Kesusasteraan, oleh karena itu kesusastraan pada zaman ini banyak menguraikan tokoh tokoh yang nantinya sangat erat hubungannya dengan warga- warga yang ada di Bali
2. Ruang Lingkup.
Dalam menguraikan suatu babad, perlu kami batasi sampai di mana kami menggali babad tersebut. Riwayat ini kami galj mulai adanya kcrajaan Kediri, yang kemudian di lanjutkan dengan berdirinya kerajaan Singosari dan Majapahit, Expedisi (Gajah Mada ke Pulau Bali, yang diperintah oleh Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten, dengan Maha Patihnya yang bernama Ki Pasung Grigis, membawa suatu hikmah tersendiri terhadap perkembangan Warga yang berada di pulau Bali.
Setelah beberapa lama maka Gajah Mada mengirim raja ke Bali yaitu KresnaKepakisan dengan bcrsetana di Samplangan. Setelah berhasilnya pemerintahanSri Kresna Kepakisan maka masing - masing Arya diangkat menjadi Menterialau Punggawa.c
Di dalam beberapa naskah menyebutkan bahwa Arya Kanuruhan mendapat tugas di Tangkas, dan Arya inilah yang mendirikan tempat pemujaan di Desa Tangkas, guna memuja leluhur mereka yang ada di Tanah Jawa, yang kemudian menjadilah Pura Kawitan Tangkas Kori Agung sekarang.
Demikianloh ruang lingkup pcmbahasan kami dalam menyusun riwayat Arya Kanuruhan, sebagai peletak batu pertama di Pura Kawitan Tangkas.
Scmoga tulisan ini ada manfaatnya bagi saudara.
II.LELUHUR KELUARGA ARYA KANURUHAN DI TANAH JAWA.
Untuk menelusuri leluhur keluarga Tangkas di lanah Jawa, kita tidak dapat lepas dari kerajaan Kediri karena leluhur Tangkas ini dibesarkan di keraton Kediri
Pada tahun 1222, maka memerintahlah raja Kediri yang tcrakhir yang bcrnama Kcrtajaya ( sering disebut dangan nama Dandang Gendis Kemudian raja Kertajaya mendapat serangan dari Ken Arok, sehingga terjadilah pertempuran yang sengit antara Ken Arok dan pasukan Kediri dimana pasukan Kedin berhasil dikalahkan dalam pertempuran. Di dalam masa kehancuran dari kerajaan Kediri ini, maka pasukan Kediri lari tunggang langgang.
Maka tersebut dua orang perwira yang sangat gagah berani yang masih adahubungan darah dengan Jaya Katowang dan Ciwa Waringin yaitu Jaya Katha dan Jaya Waringin. Didalam pertempuran yang sengit Jaya Katha dapat pula melarikan diri beserta dengan istrinya de daerah Tumapel, dimana istri tersebut scdang hamil !tia Di daerah Tumapcl inilah beliau disambut oleh keluarga Gajah Para ( keluarga dan istri) (Jan keluarga Kebo !jo.
Di daerah Tumapel beliau lama disana yang akhimya beliau mclahirkan putra 3 ( tiga ) orang seperti tersebut dalam Babad Arya Kanuruhan sebagai berikut :
” Pira kunang Suwenira hanengkana marek pawekang kala, ri wekasan Jaya Katha awangsa jaiu tatiga; Jyesta abhiseka Arya Wayahnn Dalem Manyeneng. Panghulu apanagaran Arya Katanggaran, Pamungsu Arya Nuddhata, tan waneh ibu sira katiga sangkana Wangsan sira Jaya Katha.
Art;b e b a s;
Setelah sedemikian lama beliau berada di sana ( Tumapei ) maka akhirnya Jaya Katha melahirkan 3 orang putra yang bernama Arya Wayahan Dalem. Yang ke dua, Arya katanggaran, dan ketiga yang terkecil bernama Arya Nuddhata, oleh karena ibu mereka berjumlah 3 (tiga ) orang, demikianlah keturunan Jaya Katta
Tersebutlahsekarangputrabeliau yangNomor dua yangbcrnama Arya Katanggaran mengambil istri dari keluarga Kebo Ijo.Yang mana akhimya perkawinan ini melahirkan Kebo Anabrang bcliau diberi nama Kebo Anabrang karena bcliau diutus oleh raja Singosan ke daerah seberang
MeUyu dalam rangka memupuk persahabatan dengan kerajaan Melayu dan Sri Wijaya karena kedua ncgara ini memiliki angkatan Laut yang sangat.kuat dan Sri Wijaya adalah ncgara Marinlr Daiam rangka persahabatan ini, Kebo Anabrang datang ke Tanah Melayu dengan pasukan yang discbut cicngan nama pasukan Pamalayu ( 1275 1 292 ) Kedatangan pasukan Pemelayu dari daerah Melayu setelah menyelesaikan masa tugasnya maka setibanya di Singosari mereka tidak melihat lagi kerajaan Singosari, sehingga datanglah Kebo Anabrang ke kerajaan Mojopahit karena kerajaan Mojopahi! adalah di perintah oleh Raden Wijaya yang merupakan. pewaris langsung dan kerajaan Singosari. disamping Raden Wijaya juga mengawasi ke empat putra kerajaan Singosari.
Kedatangan Kebo Anabrang dari Melayu maka beliau membawa dua orang putri yang bernama Dara Petak dan Dara Jingga kedua pvitri kerajaan Melayu ini diperscmbahkan kepada Raden Wijaya. Dara Pelak diperistri oleh Raden Wijaya, yang nantinya mclahirkan putra bernama Kala Gemet. Scdangkan Dara Jingga kawin dengan keluarga raja maka lahirlah Aditya Warman, yang nantinya menjadi raja di kerajaan Melayu.
Kedatangan pasukan Pemelayu ini membuat besarnya hati Raden Wijaya di kerajaan Mojopahit, oleh karena itu beliau menobatkan diri menjadi raja pada tahun 1294, seita di dampingi oleh Panglima perang Kebo Anabrang. Setelah bebcrapa lama Kebo Anabrang bertempat tinggal di Mojopahit, akhirnya beliau mengambi! istri dari keluarga ksatrya keturunan Singosari. Perkawinan dengan putri Singosari, melahirkanlah ia seorang putra bernama Kebo Taruna, yang merupakan nama yang diberikan oleh ayah beliau saat beliau masih kecil, sedangkan nama julukan yang diberikan kepadanya, bila menghadapi perang dan sebagai Panglima perang, adalah Sirarya Singha Sardhula, karena beliau bagaikan Singha menghadapi musuh di medan perang. Lama kelamaan Kebo Taruna ini diberi pula julukan Kanuruhan saat beliau diajak oleh Gajah Mada mengadakan penyerangan ke Bali, dalam rangka melaksanakan sumpah Palapa. Beliau diberi nama Kanuruhan karena jabatan beliau dalam Expidisi ke Bali, beliau diberikan pangkat sebagai Kanuruhan, yang lama kelamaan beliau memakai gelar Sirarya Kanuruhan.
I”PERKEMBANGAN KELUARGA KANURUHAN PI BALI.
Tahun 1343 adalah mempakan tahun Expedisi ( penyerangan ) Gajah Mada ke tanah Bah, karena pada waktu ini Raja Bali yang bergelar Sri Asta Sura Ratna Bhumi Banlen telah rnerasa yakin akan kekuatan dirinya dan ingin melcpaskan diri dari kerajaan Mojopahit yang pada waktu ini dipenntah oleh seorang raja putri bernarna Tri Bhuana Tungga Dewi, karena pada umumnya raja raja Bali sangat erat hubungannya ( hubungan darah } dengan raja Kediri, schingga sangatlah sukar bagi raja Bali untuk inelepaskan din dengan raja Kedin. Utituk itu raja Bali mengadatan persekongkeian dengan raja Suradenta dan Suradenti dari Kerajaan Blambangan dalam rangka bekerja sama untuk menggempur Mojopahit, dan kcrja sama ini di tanda tangani oleh Maha Patih Pasung Grigis mengatas namakan raja
Pimpinan Expedisi ke tanah Bali, di pirnpin langsung oleh Gajah Mada beserta AryaArya lainnya sehingga Bali di kepung dan di gempur dari empat jurusan yakni Dari jurusan Timur di bawah pimpinan Gajah Mada.
Dari jurusan Utara di bawah pimpinan Arya Damar, Arya Sentong dan Arya Kuta waringin
Dari jurusan Barat di pimpin oleh tentara Sunda
Dari jurusan Selatan di pimpin oleh Arya Kenceng, Arya Belog, Pengalasan, Arya kanuruhan, dan Arya Belotong.
Sedangkan Panglima Bali pada saat ini muncullah:
Menghadapi serangan Timur, dipimpim oleh Ki Tunjung Tutur dan Ki Kopang
Menghadapi serangan dari Utara Ki Girilemana dan Ki Bwangkang.
Menghadapi serangan dari Selatan, di pimpin oleh Ki Gudug Basur, Dhemung
Anggeh,
dan Ki Tambyak,
Menghadapi serangan umum, Ki Pasung Grigis dan Pangeran Madatama
Dalam perang yang sengit ini masing-masing Panglima telah di hadang oleh Panglima Bali, maka tersebut si Arya Kanuaihan yang memimpin pasukan dari Selatan disambut dengan gegap gempita oleh tentara Bali dengan sorak gemuruh beserta gagah perkasa sehingga terjadi pertempuran yang sangat mengerikan, banyak para tentara yang gugur di medan perang. Ki Tambyak dapat di kalahkan oleh si Arya Kenceng, sedangkan Ki Gudug Basur sangat kebal tidak ditembus dengan senjata. Perang yang dasyat antara Si Arya Kanuruhan dengan Ki Gudug Basur, sama-sama kuat dan sama sama kebal. Oleh karena Ki Gudug Basur hanya sendirian, menghadapi Panglima Mojopahit silih berganti, akhimya Ki Gudug Basur mati kepayahan kehabisan nafas.
Bedahulu terkepung dari semua jurusan pertempuran berkobar dan menimbulkan korban yang sangat banyak.
Pangeran Madatama pernirnpin pcrawg*rcrdc3£5rT”jTifirupakan pulra mahkota, kcrajaan Bcdahulu gugur >d-alarrr pertempurarr dan “giifjTirFrya1 putra mahkota ini menyebabkan sedihnya raja Bcdahulu dan akhirnya waiat Pertempuran di ianjutkan oieh Ki Pasung Gerigis dan pasukan Ki Pasung Gngis tidak mampu di tandingi oleh pasukan Gajah Mada dan Arya lainnya sehingga pasukan Gajah Mada merasa kcwalahan menghadapi pasukan Pasung Grigis, yang akhimya pasukan Gajah Mada menaikkan bendera putih, untuk mcngadakan penindingan dcngan Pasung Grigis. Pasung Grigis sarigat gcmbira karcna itu terjadilah persahabatan dengan tcntara Mojopabii Pada Ma!, terjadi perdamaian ini datanglah utusan dan Mojopahit, yai!u Kuda Pengasih yang mcrupakan adik sepupu dari Ken Bebed yaitu istri dari Gajah Mada. Kcdatangan Kuda Pengasih kc Bali untuk memohon agar Gajah Mada cepat kcmhali ke keraton Mojopahit
Pada kesempatan yang baik ini Gajah Mada mengajak Ki Pasung Grigis pergi ke Mojopahit dcngan membawa emas manik, sebagai tanda pcrsahabatan. Setelah berada di Mojopahit Ki Pasung Grigis merasa dirinya tcrtipu, dimana ia menang pcrang, namun kalah taktik, karena menghadap Mojopahit berarti kalah total
Pada saat Gajah Mada meninggalkan Bali, maka untuk keamanan pulau Bali, maka Gajah Mada menempatkan tentaranya di pulau Bali sebagai berikut:
Arya Kuta Waringin di Gelgel
-Arya Kenceng di Tabanan.Arya BArya Dalancang di Kapal
-Arya Belotong di Pacung.Arya Sentong di Carang sariArya Kanuruhan di Tangkas.Kryan Punta di Mambal.
-Kryan Jerudeh di Temukti.Kryan Tumenggung di Patemon
Arya Demung Wang Bang di Kertalangu. ( keturunan Kediri ). Arya Sura Wang Bang ( Keturunan Lasem ) di Sukahet.
-Arya Wang Bang ( Keturunan Mataram ) di pusat Bedahulu, ?Arya Melel Cengkrong ( Jaran bhana ) di Jembrana.
Arya Pemacekang di Bondalem.
Untuk meredakan hati Ki Pasung Gngis terhadap Mojopahit maka Pasung Gngis diangkat sebagai menteri kerajaan Bcdahulu, namun tetap diawasi olch Gajah Mada, Untuk menguji kesetiaan Pasung Grigis terhadap Mojopahit maka Pasung Grigis di penntahkan untuk menumpas gerakan raja Sumbawa, yang bernama Dedela Natha, yang mgin melcpaskan diri terhadap kerajaan Mojopahit, disinilah Ki Pasung Grigis mati dalam medan perang bersama - sama dengan raja Sumbawa dalam pcrang tanding.
Dengan tiadanya Ki Pasung Grigis terjadilah kekosongan pemerintahan di pulau Bali, u/alaupun sebahagian besar tentara Expidisi Gajah Mada di tempatkan di pulau ini untuk mengawasi keamanan, tetapi ternyata pasukan ini tidak mempu menjamin ketertiban sepenuhnya, karena tentara Mojopahit kurang bijaksana dan selalu memperlihatkan keangkuhan sebagai seorang pemenang, sedangkan orang Bali belum bisa menerima pemerintahan Mojopahit yang bukan merupakan keturunan raja - raja Daha, dengan demikian keadaan semakin menjadi kacau karena munculnya pemberontakan - pemberontakan.
Mclihat keadaan Bali semakin rumit, maka Patih Ulung, Pamacekan clan Ki Pasekan, Kiyayi Padang Subadra memberanikan diri menghadap ke Mojopahit dan mohon diadakan wakil raja yang mampu meredakan ketegangan yang ada di tanah Bali
Terpikirlah oleh Maha Patih Gajah Mada untuk mencari tokoh yang masih ada hubungannya dengan raja raja Daha, tetapi tidak diragukan kesetiaannya terhadap Mojopahit. Setelah dinindingkan maka terpilihlah putra dari Mpu Kepakisan yang bcrnama Empu Kresna Kepakisan seorang keluarga Brahmana yang masih ada hubungan darah dengan Daha (Kediri), sehingga dengan pengangkatan ini maka statvis ke Brahmanaannya diturunkan menjadi Ksatrya.
Kcdatangan Dalem Ketut Kresna Kepakisan menjadi raja di Bali ( Bcliau dinobatkan pada tahun ” Yoga Munikang netra den ing Bhaskara ( 1274 Caka) maka beliau tidak memilih tempat di Bedahulu. Akan tetapi beliau menempatkan diri di Samprangan, dengan maksud untuk menjauhkan diri dari ketegangan - ketegangan dalam ibu kota, akan tetapi cukup dekat untuk mengadakan pengawasan, sehingga pemerintahan dapat berjalan dengan obyektif. Ketertiban Bali ternyata belum bisa ditertibkan, banyak orang Bali Aga masih belum mau menyatakan setia kepada penguasa Samplangan, walaupun sudah dipenuhi tuntutan - tuntutan mereka seperti yang pernah disampaikan oleh Patih Ulung. Untuk meiemahkan pemberontakan Bali Aga tersebut maka Gajah Mada mengirim beberapa pasukannya ke Bali ; seperti : Tan Kober, Tan Kawur, Tan Mundur, dan Arya Gajah Para, sehigga terjepitlah daerah Bali Aga, dan tidak dapat berbuat banyak.
Setelah aman kerajaan, maka disusunlah struktur pemerintahan Bali seperti
Raja: Penguasa tertinggi.
Patih Agung.: Perdana Menteri.
Patih.
Bata Mantra (Tanda Manteri. )
Demung (Urusan Upacara ).
Temenggung ( Pemimpin tentara Rakyat.—
Di daSam mengatur pemerintahan, maka Arya Kanuruhan dan Arya Kuta Waringin mendapat tempat sebagai menteri Sekretaris Negara, karena kedua orang ini merupakan ksatrya keturunan Kediri, dan sangat pandai da!am ilmu pemerintahan Negara. Untuk mengisi kekosongan dalam pemerintahan, maka diangkatlah Pangeran Nyuh Aya menjadi Pagih Agung , Arya Wangbang menjadi Demung. Dcmikianlah akhimya raja Kresna Kepakisan Wafatpada tahun £aka 1302.
Tersebutlah sekarang Si Arya Kanunihan yang menjadi Menteri Sekretaris Negara dan bertempat tinggal di wilayah Tangkas kini beliau telah menginjak masa tu,i dan beliau telah banyak menulis buku - buku tentang Sasana Mantri (,Iob training dari masing - masing Mantri) oich karena itu beliau m?!bIu diikut sertnkan sebagai pcnd.miping raja guna memberikan pertimbangan sesuatu sebeium diputuskan oieh raja.
Segabai generasi penerus yang dilahirkan oleh Arya Kanuruhan antara lam adalah:
-Arya Brangsinga, anak yang tertua
-Arya Tarxjkas, adalah putra beliau yang nomor 2 ( dua ).
-Arya Pegatepan adalah putra beliau yang nomor tiga.
BRANGSINGA
Putra beliau seperti terscbut di atas memiliki ilmu yang sama dalam pemerin-tahan negara oleh karena itu kesemua putra beliau dipergunakan sebagai pendamping raja. Sedangkan putra beliau yang tertua yaitu Arya Bangsinga diangkat oleh raja sebayoi pengganti ayahda Arya Kanuruhan sebagai menteri Sekretaris Negara. Yang sangat menyukarkan bagi Arya Brangsinga dalam pemerintahan, karena sang raja yang bergelar Dalem Hile kurang waras, sehingga akhimya banyak yang menyhadap dari Jawa tidak puas, oleh karena itu Arya Brangsinga akhimya mengadakan sidang kerajaan untuk mengambil keputusan untuk pengangkatan Dalem ketut Ngelesir menjadi Raja. Beliau Dalem Ketut Ngelesir, setiap hari pergi ke desa - desa untuk berjudi, berkat kebijaksanaan para Mantri maka akhimya beliau diketemukan di desa Pandak oleh Bendesa Gelgel dan disini beliau dimohonkan untuk menjadi raja, sehingga berdirilah kerajaan baru, yaitu kerajaan Gelgel, tahun 1305 Qaka.
Di dalam menjalankan pemerintahan, Dalem Ketut Ngelesir mengangkat beberapa pendamping antara lain :
-Kryan Patandakan, manjadi Tanda Mantri.
-Arya Kebon Tubuh, menjadi Patih.
-Arya Brangsinga menjadi Menteri Sekretaris Negara.
Arya Brangsinga yang berkedudukan sebagai Mentri Sekretaris Negara, lalu beliau mempunyai dua orang putra yang diberi nama :
-Kiyayi Brangsinga Pandita ( Anak pertama )
-Kiyayi Madya Kanuruhan, ( anak ke dua )
Kcdua pulra beliau ini sangat tampan dan mcmiliki ilmu pemerintahan yang sangat tingyi oleh scbab itu salah salu putra beliau yang bernama Kiyayi Brangsinga Pandita, dipercayakan sobagai pendamping raja Dalem Ketut Smara Kepakisan ( Dalem Ketut Ngclesir). saat beliau di undang untuk menghadap kepada Sri Maha Raja Hayam Wuruk di Kcrajaan Mojopahit, pada waktu raja Hayam Wuruk akan rrielakukan upacara Caradha, yaitu Upacara yang dilakukan setiap 12 tahun sekali dengan tujuan untuk menghormati arwah nenek moyang raja - raja Mojopahit, disamping upacara ini sebagai upacara kcagamaan maka upacara ini mengandung pula arti politik dimana pada upacara ini menghadaplah para adipati dan raja raja bawahan dengan membawa upeti sebagai tanda patuh, sehingga raja Hayan Wuruh, martabatnya menjadi naik.
Pada saat menghadapnya raja Bali dihadapan Sri Baginda Hayam Wuruk, maka raja Bali mendapat pituah di dalam pemerintahan hendaknya berpegang teguh pada Manawa Dharma Castra, yang merupakan pedoman hukum di dalam menjalankan roda pemerintahan ; disamping itu maka Sri Baginda Maha Raja Mojopahit juga menganugrahkan keris kepada raja Bali yang diberi nama:
-Keris Canggu Yatra, karena keris ini dapat berputar-putar di desa Canggu.
-Keris yang diberi nama Naga Basuki,Yaitu keris yang berisi gambaranNaga Taksaka yang sangat sakti.
Setelah tiba di rumah yaitu pulau Bali, maka pemerintahan dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kerajaan Mojopahit.
Pada saat pemerintahan Dalem Watu Renggong di Gelgel, tersebutlah beliau Kiyayi atau Arya Brangsinga telah menjadi tua dan akhirnya beliau diganti oleh putra beliau yang tertua yaitu Arya ( Kiyayi) Brangsinga Pandita sebagai Manteri Sekretaris Negara. Karena mahirnya beliau di dalam ilmu ke Tata Negaraan maka beliau di berikan anugrah atau piagam oleh raja Dalem Waturenggong yang disaksikan oleh Brahmana - brahmana keturunan Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh.
Adapun isi piagam itu sebagai berikut:
” Hai kita Brangsinga, kita tosing Ksattya, mangke Arya pwa pawakanta, apaart ira amatihi ingong, Ingong Iccha Pyagam, gagaduhan iawan kita, sinerating lapihan, maka pamiket baktin ta atuhan, Yeka wistrakena, ri santana prakti santananta kateka tekeng wekas, didine tan singsala ring ulah anawi, angamong manteri sasana, mwang sapratyekaning pati Iawan hurip, Ingong lugraha ri kita, aywa cawuh mwang bucecer, aywa predo, apan donating uttama ri kawanganta, mwah wus siddha linugrahan, de sang wawu rauh, apan mangkana mulaning Wilwatikta.
Arts bebas:
Hai engkau Brangsinga, kamu adalah ketuninan dari Ksatrya, sekarang kaniu kubenkan nama Arya karena kamu sangat patuh padaku ( Raja), aku akan membenkan piagam kcpadamu, yang kamu harus pegang atau tulis pada Icmpengan, sebagai landa baktimu kepada raja, itulah yang patut engkau ikuti, sampai dengan keturunanmu, agar jangan menimbulkan hal yang tidak baik didalam kamu mengabdi, kamu sewajarnyalah memegang kewajiban - kewajiban yang harus dilakvikan oleh para mcntcn (Menleri Sasana ) baik membenkan hukuman mati maupun hidup, hal ini aku serahkan scmuanya padamu, janganlah kamu bermain main, dan janganlah kamu lengah, olch karena niaha utama penugrahanku ini.
Setelah diberikan anugrah yang maha suci oleh Sang Pandita Wawu Rawuh ( disaksikan ) karena dialah ( Brangsinga ) yang ikut datang dan menerima anugrah di Mojopahit.
Demikianlah bunyi piagam yang diberikan oleh raja ( Dalem ) kepada keluarga Barangsinga.yang diterima olch Kryan Brangsinga Pandita, dengan ucapan terima kasih di bawah duli tuanku raja semoga piagam tersebut dapat dipahami dan dilaksanakan olch prati sentanan atau turunan hamba. Setelah lama Kiyayi Brangsinga berada di bumi maka beliau dimakan waktu dan menjadi tua dan akhimya mati. Sebelum beliau menmggalkan dunia ini, beliau telah memiliki 2 ( dua ) orang putra yaitu:
-Ki Gusti Singa Kanuruhan, beliau diangkat menjadi patih untukmelakukan perang.
-Ki Gusti Madya Kanuruhan. beliau mengantikan ayah beliau menjadiMantri Sekretaris Negara.
I Gusti Singa Kanuruhan yang menjadi Patih atau senapati bcliau kawin dengan seorang wanita dari Padang Rata, dan berputra 3 ( tiga ) orang, dua laki laki dan satu perempuan yang diberi nama:
-YangpertamaKi GustiBrangsinga Pandita(untuk mengenang namakakek beiiau ).
-Putra yang kedua ini adalah wanita, di beri nama I Gusti Luh Padangrata.
-Putra yang ketiga dan yang terkecil, adalah I Gusti Singa Padangrata
Sedangkan 1 Gusti Madya Kanuruhan yang menjabat Mantn Sekretaris Negara daiam zaman pemerintahan Dalem Bckung, dan dari beliau ini monghasilkan 3 ( tiga ) putra antara lain:
•Ki Gusti Gede Singa Kanuruhan.
-Ki Gusti Madya Abra Singa Sang San
-Ni Gusti Ayu Brangsinga yang nanti dipakai istri olch I Gusti Ngurah Jclantik,( cucu dari Jclantik Bogol) .
Tersebutlah kemudian Ki Gusli Madya Abra Singosari beliau ini mengganti-kan kedviclukan ayahanda menjadi Menteri Sekretaris Negara, yang mana beliau mengambil istri dari Padang galak, akhirnya berpulralah beliau yang diberi nama:
-Ki Gusti Luh Padang Galak.
-Ki Gusti Singa Lodra.
-Ki Gusti Kesari Demade.
Ki Gusti Madya Kanuruhan karena setia beliau pada raja Dalem Bekung, dimana kesalahan yang dilakukan oleh Dalem Bekung mengenai masalah perempuan maka meletuslah pemberontakan baru yang dipimpin oleh Pande Base, sehingga raja Dalem Bekung melarikan diri yang pertama kearah Kapal dan kemudian pindah ke Purasi, disinilah beliau menetap beserta Kiayi Gusti Madya Kanuruhan.
Setelah Gelgel kosong naiklah menjadi raja Ida Dalem Anom Sagening. Dalam pemerintahan beliau sangat aman dan pembrontakan - pembrontakan mulai dipadamkan. Oleh sebab Ki Gusti Madya Kanuruhan mengikuti Dalem Bekung dan bertempat tinggal di Purasi maka sebagai Menteri Sekretaris Negara dalam pemerintahan Dalem Sagening adalah Ki Gusti Madya Abra Singosari.
Salah satu keturunan dari Brangsinga ini, ada pula di kirim ke tanah Lombok, setelah beliau mengalahkan musuh di Kuta. Adapun beliau ini bernama Ki Gusti Singa Padang Rata, putra dari I Gusti Brangsinga Pandita. Oleh karena 1 Gusti Brangsinga Pandita hanya memiliki satu putra, dan telah dikirim beperang ke tanah Lombok, maka beliau menjadi sepi yang akhirnya beliau kawin lagi dengan 1 Gusti Luh Padang Galak. Dari Perkawinan ini maka memperolehlah 3 ( tiga ) orang putra antara lain:
-I Gusti Padang Rata, yang nantinya ditempatkan di desa Tanggu Wisia.
-Putra Nomor 2 ( dua ) bernama 1 Gusti Padang Galak.
-Yang tcrkecil, Ki Gusti Podang Kanuruhnn, yang kemudian bertempat tinggaldiKuta
Diceritakan kemudian 1 Gusti Singa Lodra, putra dari I Gusti Abra Singosari, beliau pergi meninggalkan Gelgel menuju desa Blahbatuh , bersama dengan Kryan Jelantik yang masih merupakan ipar beliau, di Belahbatuh. Beliau bertempat tinggal di desa Brangsinga di sebelah Selatan dari kota Belahbatuh, disini beliau kawin lagi, maka beliau memperoleh putra tiga orang yaitu
Ki Gusti Sabranga, yang nantinya berdomisili di Seblanga ( Badung ).
Ki Gusts Made Belang, beliau bertempat tinggal di Blangsinga ( Blahbatuh }
I Gusti Padang Singa
Dari Putra kedua yaitu Ki Gusti Made Bclang, bcliau di Blangsing, bcrpuira 1 Gusti Singa Padu. 1 Gusti Singa Perang. i Gusti Padang Singa. IGusti Singa Aryata.
Kcmbali kita membicarakan masalah Gclgel. Sepeninggal beliau I Gusti Singa Lodra, maka kedudukan sebagai menteri Sekretans Negara dipegang olch putra bcliau yang bcrnama:
-! Gusti Brangsinga Pandita.
-Ki Gusti Madya Kanuruhan
Suatu putra yang lain dari Brangsinga, adalah putra dari I Gusti Gcde Singa Kanunahan dan 1 Gusti Madya Abra Kanuruhan kedua putranya mengikuti penyerangon daiem Pemayun ke Purasi untuk membela Dalem Bekung yang di kup o!e.h Kryan Made dari ketumnan Kcbon Tubuh.
Adapun putra lain yang dimiiiki oleh Singa Gede Kanurungan lalah:
! Gusti singa Nabrang. I Gusti Madya Abra Singosari. 1 Gusti Nyoman Singosari. 1 Gusti Singa Gara.
Adapun putra ke dua dan Singa Gede Kanuruhan, yang bemama I Gustas Made Abra Singosari beliau berputra;
! Gusti Wayan singa kanuruhan 1 Gusti Kesari Dimade I Gusti Nyoman Singa Rai. Ki Grusti Nyoman Singa Raga.
Sedang putranya yang bernama:
Ki Gusti Singha Anabrang, beliau aWiirnya menjadi kepala Desa Watwaya cli Karangasem, dan bertempat tinggal di Sclatan Pasar
• Ki Gusti Nyoman Singosari beliau akhirnya bertempat tinggal di Menguwi, dan akhirnya beliau pergi ke desa Penebel, dan terakhir beliau bcriempat tinggal di desa Rangkan
-Ki Gusti Singa Gara beiiau mernerintah di Subagan,
Putni putra beliau Abra Singosari seperti
Ki Gusti Wayan Singa Kanumhan, memerintah di desa Bulakan
Ki Gusli Kcsari Dimade, memcrintah di Ujung.
Ki Gusti Nyoman Singa Rai, memerintah di Desa Abyan Jero.
TANGKAS.
Putra dari Arya Kanuruhan yang kedua adalah Kiyayi Tangkas yang sering pula disebut Pangeran Tangkas. Beliau berlugas ( mcndapat tugas ) dari raja scbagai Rakryan Apatih, karena Kiyayi Tangkas sangat bakti kepada Dalem, sehingga Pangeran Tangkas sipergunakan sebagai Rakryan Patih tedeng aling aling raja. Kesetiaan Pangeran Tangkas terhadap raja maka segala perintah raja tidak pemah ditolaknya.
Tersebutlah Pangeran Tangkas diperintahkan oleh Raja untuk memegang tampuk pemerintahan di wilayah Kertalangu oleh karena pemegang wilayah Kertalangu ( keturunan Arya Demung Wangbang) meninggalkan wilayah tersebut karena mereka dikalahkan oleh semut. Untuk mengisi dan mengamankan wilayah Kertalangu ditempatkannyalah Pangeran Tangkas disana.
Di Kertalangu inilah akhimya Pangeran Tangkas tinggal menetap. Pangeran Tangkas, beliau mempunyai seorang putra, yang bemama Kiyayi Tangkas Dimade. Karena dimanjakan akibatnya Tangkas Dimade akhimya buta mengenai huruf sandi.
Pada suatu hari ada seorang yang dianggap salah oleh raja dan menurut sesana ( hukum ) orang ini harus dihukum mati. Orang yang salah ini diutus oleh raja ( Dalem ) untuk membawa surat ke Badung ( Kertalangu ). Adapun isi surat ini adalah
pa - pa - nin - nga - tu - sc - li - ba - nc - te -tih.
Dalam tulisan rahasia tersebut diatas, Dalerp b>ermaksud membunuh orang yang membawa surat ini, akan tetapi setelah Sang membawa surat tiba di Kertalangu, maka Pangeran Tangkas saat ini tidak berada di rumah, karena beliau pergi ke tegalan mencari burung, oleh sebab itulah anaknya didekati oleh utusan tersebut, dan Tangkas Dimade yang sedang bekerja di sawah lalu diberikan surat tersebut karena Tangkas Dimade tidak bisa membaca hurup sandi maka surat yang diberikan oleh utusan tersebut diterima dcmikian saja. Setelah surat tersebut diterima maka utusan tersebut pergi dengan cepat. Pada saat ayahnya tiba di rumah maka ayahnya didekatinya serta diaturkan surat tersebut kepada ayahnya dan dengan segera surat tersebut di baca isinya, berkatalah ayahnya kepada putranya Tangkas Dimade. ; ” Anakku Tangkas, apakah dosa yang kamu buat terhadap Dalem ? karena isi surat ini menyebutkan bahwa ayah membunuh bagi ia yang membawa surat ini. Siapakah yang membawa surat ini ‘ Apakah dosamu terhadap Dalem ?, dan bingunglah ayahnya berpikir - pikir mengenai hal tersebut. Berkatalah putra beliau : ” Ya ayahku samasekali saya tidak merasa din bersalah terhadap Dalem, sedikitpun saya tidak merasakannya, bersalah terhadap beliau sesungsungan kita.
Mendengar ucapan putranya itu menangislah ayahnya, sambil menasehati anaknya ” Jika demikian halnya, tetapkanlah pendirianmu sebagai tanda bakti pada raja ( Dalem ), bila kamu benar, hai ini merupakan jalan utama yang ditunjukkan kepadamu
unluk menuju kc jalan sorga Banyak lagi nasehat - nasehat yang diberikan kepada anaknya dalam rangka menghadapi kernatian itu. Sehingga hati anaknya mempunyai kcikhlasan untuk siap mati dibunuh oleh ayahnya.
Tak beberapa lama tersebarlah berita di seluruh wilayah Kertalangu bahwa Tangkas Dimade akan dibunuh oleh ayahnda. Sehingga banyaklah warga desa Kertalangu datang berianya mengenai hal ikhwal terjadinya musibah tersebut. Sebelum anaknya dibunuh maka disuruhlah Tangkas Dimade melakukan persembahyangan, setelah itu dilaksanakannyalah Upacara mejaya - jaya dengan diberikan puja oleh Pendeta Ciwa dan Buddha.
Setelah selesai upacara mejaya - jaya maka diantarlah putranya menuju setra tempat pembunuhan, di dalam perjalanan menuju ke setra, Tangkas Dimade diiringi oleh isak tangis sepanjang jalan, karena Tangkas Dimade sangat sopan dalam pergaulan, dan masih jejaka, dan sedang senangnya hidup.
Setelah tiba di kuburan, disuruhlah Tangkas Dimade melakukan persembahyang­an kearah empat penjuru mata angin di tempat pembakaran zenasah, untuk memohon tempat yang layak bagi dirinya kepada Sanghyang Dharma. Setelah selesai melakukan persembahyangan, maka ayah Pangeran Tangkas mengambil keris lalu menusuk putranya yang tercinta, hanya satu kali tusukan, robohlah Tangkas Dimade pada saat itu juga.
Diceritrakan kembali orang yang membawa surat tersebut kini telah tiba diistana Dalem di Gelgel, lalu menghaturkan sembah kepada raja dengan mengatakan : Maafkan hamba ratu Dalem, bahwa segala perintah yang tuanku berikan kepada hamba, hamba telah laksanakan dan kini hamba telah kembali dengan selamat.
Melihat kejadian ini maka terkejutlah Dalem (raja ) dan beliau berkata
-Hai kamu utusanku, apa sebabnya kamu cepat kembali ?
-Siapakah yang kamu berikan surat perintahku itu ?Katakanlah dengan cepat !
Bersembah sujudlah utusan tersebut, lalu berkata : Maafkan hamba tuanku, surat perintah tuanku telah hamba berikan kepada putra dari Ki Pangeran Tangkas, akan tetapi surat tersebut hamba haturkan saat putra beliau berada di tengah sawah. Oleh sebab Pangeran Tangkas beliau tidak ada di rumah, dan setelah itu hamba balik kembali ke istana, itulah sebabnya hamba dengan cepat tiba kembali.
Mendengar uraian yang disampaikan itu maka sangat terkejutlah sang raja dan segera mengutus seorang utusan untuk lari dengan cepat ke Kertalangu (Badung) untuk mencegah pembunuhan yang dilakukan oleh Pangeran Tangkas, walaupun bagaimana cepatnya utusan menunggang kuda, akan tetapi kecepatan ini sudah terlambat dimana utusan ini telah melihat sendiri mayat putra Pangeran Tangkas telah terbunuh. Terccnganglah utusan raja karena terlambat clan segera kembali ke Gelgel. lalu melaporkan hal ini kepada Sang raja, setelah menenma laporan beliau menjadi dian, dan berkata dalam hati beliau ” Oh Tangkas engkau bunuh puteramu sendiri- yang tidak ada bersalah sama sekali karena baktimu kepadaku“.
Tersebutlah Pangeran Tangkas sekarang telah di tinggalkan mati olch putra ueiiau, beliau lama tidak mau menghadap kepada Dalem karena sedih hati beliau, waiaupun Dalem telah berkali-kali memanggil beliau untuk menghadap, akan tetapi perintah Dalem tidak diperhatikan.
Melihat hal semacam ini berpikir-pikirlah Dalem dan akhimya diutuslah seorang utusan untuk menghadap kepada Pangeran Tangkas di Kertalangu ( Badung ), untuk meminta dengan sangat agar Pangeran Tangkas datang untuk menghadap raja. Pada saat inilah pertama kali Pangeran Tangkas datang ke Puri Gelgel. Pada saat tibanya Pangeran Tangkas di istana Gelgel, raja sedang mengadakan rapat dengan para Maha Menteri, Patih, dan lain - lainnya. Melihat Pangeran Tangkas datang maka raja meninggalkan rapat, lalu menerima kedatangan Pangeran Tangkas, serta dengan cepat raja berkata : Mariiah engkau dekat padaku Tangkas IBerdatang sembahlah Tangkas, Maafkan hamba orang yang hina dina ini duduk di bawah Tuanku ! Mendengar ucapan Pangeran Tangkas ini dengan nada sedih, berkatalah kembali Sang Raja : ” Hai kamu Kiyayi Tangkas, bangunlah kamu, dan janganlah kamu duduk di bawah, mariiah engkau dekat denganku !. Karena perintah raja yang tegas ini maka bangunlah Pangeran Tangkas dari tempat duduknya terbawah, dan berdatang sembah mendekati raja.
Dengan mendekatnya Pangeran Tangkas kepada raja, maka mulailah raja berkata kembali kepada Pangeran Tangkas, dengan lembut, dan kata beliau ( raja ) sebagaiberikut:
” Hai Kiyayi Tangkas, aku ingin bertanya kepadamu, apakah yang menyebabkan kamu lama tidak menghadap kepada rajamu 7Apakah hai (ersebut disebabkan karena anakmu yang mati yang disebabkan perintahku yang kurang tegas itu padamu ? Mendengar pertanyaan raja ini, menyautlah Pangeran Tangkas : ” Maafkanlah hamba tuanku, hamba lakukan itu semua karena bakti hamba kepada sungsungan hamba yaitu Tuarvku sendiri “. Mendengar ucapan. Pangeran Tangkas itu terketuk hati Sang raja, karena mengenang bahwa keturunan itu adalah yang amat penting dalam ajaran agama , karena itulah beiiau berpikir - pikir lalu bersabda:
Hai kamu Pangeran Tangkas, janganlah karena kejadian tersebut engkau menjadi sedih, karena hal tersebut sudah berlalu, dan tidak akan bisa kembali lagi, lupakanlah itu semua! Akan telapi untuk meneruskan keturunanmu itu agar Tangkas jangan menjadi lenyap, maka kini aku akan memberikan kepadamu seorang istriku yang sedang hamil, dan umur kandungannya baru 2 ( dua ) bulan, istriku inilah engkau hams ambit, untuk meneruskan keturunanmu. sehingga keturunan Tangkas tidak putus ; akan
tctapi oda yang ku minta kepadamu adalali ‘:
Janganlahkamu menghilangkan(anyapuh)persanggamaan yang telah dilakukan olehku sendiri !
Apabila anak itu telah lahir kemudian, maka anak tersebut kamu beri nama
dan panggii dengan nama Ki Pangeran Tangkas Kori Agung ‘
Dari hal tersebut di atas maka Tangkas ialu berkata : Maafkanlah hamba Tuanku Dewa Bhatara, apabiia hamba mengambil istri Tuanku, maka hamba akan terkutuk. sehingga hamba kena tulah ” dan hamba disebut langgana oieh seluruh jagat.
Kemudian berkatalah Sang raja kembali’: ” Hai kamu Tangkas janganlah kamu berpikir demikian, ini adalah perintahku dan cngkau hams laksanakan “
Karena hal ini merupakan perintah Sang raja, maka istri raja, kemudian diambii olch Fangkas, lalu di bawa ke Badung, dan sampai di Badung, maka diadakannya suatu upacara perkawinan yang sangat besar, dengan mengundang banyak keluarga
Setelah upacara selesai maka lama kelamaan lahirlah seorang putra laki yang sangat tampan dan gagah perkasa yang diberi nama PANGERAN TANGKAS KORI AGUNG . Oieh karena itu gembiralah u/ilayah Kertalangu kembali.
Di daiam beberapa sumber menyebutkan bahwa istri raja yang dianugrahkar,kepada Kiyayi Tangkas pada masa mudanya bernama Ni Luh Kayu Mas, yang berasa!dari keluarga Bcndcsa Mas. Lahirlah putra raja yang bemama Pangeran Tangkas KonAgung di tengah - tengah keluarga Tangkas, maka secara biologis beliau adalah putraraja atau putra dalem. Akan tetapi secara adat, beliau adalah pewaris langsung darikeluarga Tangkas. Setelah Pangeran Tangkas Kori Agung menjadi remaja putra danbeliau sering datang dan menghadap Dalem di Gelgel. Melihat hal ini akbimya Sang rajameminta kepada Pangeran Tangkas Kori Agung, untuk kawin dan mengawini pulri dariketurunan Arya Kepasekan, dengan tujuan agar kesatuan rakyat Bali dan keturunan danJawa tetap terpelihara, oieh karena Patih Arya Kepasekan adalah patih Bali yang merupakan keturunan langsung dari Arya Kepasekan yang pernah datang ke Mojopahit untuk menghadap kepada Patih Gajah Mada, bersama dengan pembesar Bali lainnya, seperti: Arya Pasek dan Patih Ulung untuk penobatan raja Bali, demi amannya Bali, dari pembrontakan - pembrontakan orang yang ticlak puas terhadap Mojopahit.
Berkat usaha dari ketiga Maha Patih Bali inilah akhimya Dalem Sri Kresna Kepakisan diorbitkan untuk menjadi raja di Bali, oieh Patih Gajah Mada
Untuk mengenang jasa leluhur dari Arya Kepasekan ini maka diharuskannyalah Pangeran Tangkas Kori Agung, kawin dengan putrinya. Perkawinan antara Pangeran TangkasKori Agung dengan Putri AryaKepasekan,lahirlah seorang putri yang bernama Gusti Ayu Tangkas Kori Agung
Unluk melanjutkan kclurunan dan Pangeran Tangkas Kori Angung dan memperera! hubungan dengan Pasek Gcigc!. karena Pasek Gelgei berada di Gelgcl yang mempakan pusal ibu kota kcrajaan Gelgcl dan Puri juga berada di Geigel. Untuk itu demi amannya Puri dikawinkannyalah Gusti Ayu Tangkas Kori Agung dengan Gusti Agung Pasek Geigel
Menurut Babad Posek yang diterjemahkan olch I Gusti Bagus Sugriwa, penerbit Toko Buku Balimas, tahun 1982, halaman 82, maka dijelaskanlah status pcrkawman ini setwgai berikut
Hai anakku Gusti Agung Pasok Gelqel, karena engkau suka kepadnku, kini bapak menyerahkan din kepadamu, oleh karena bapak tidak mempunyai keturunan layi {tidak beranak laki - laki) kini ada seorang anakku perempuan, saudara sepupu olehmu, apabiia kamu suka, bapakberilah kepadamu, Gusti Ayu. Danlagi adahartabendnbcipak, yaitu isi nimah tangga serba sedikit, pelayan 200 orang, semuanya itu anakku menguasainya. Pendeknya engkau menjadi anak angkatku. Kemudian bapak pulang ke alam baka, supaya anakku menyelesaikan jenazahku. Yang pentingpermintaanku ialah agar sarna olehmu mclakukan upacara scbagai Bapak kandungmu sendiri, Dan peringatanku kepadamu, oleh karena dahulu ada permintaan Pangeran Mas kepada leluhur kita yaitu supaya jangan putus turunan - turunan kita dengan sebutan Bendcsa; Sebab supaya mudah oleh beliau kelak mengingati turunan - turunan beliau bila ada lahir dan beliau.
Kini oleh karena bapak memang berasal dari sana, sebab itu bapak minta kepadamu bila kemudian ada anugrah Tuhan kepadamu terutama kepada bapak, adanakmu lahir dari sepupumu Ni Luh Tangkas, supaya ada juga yang memakai sebutan Bcndesa Tangkas itu sampai kemudian supaya mudah leluhur kita mengingati turunan turunannya nanti di Sorga. ” ( Babad Pasek oleh 1 Gusti Bagus Sugriwa, Halaman 82, Tahun; 1982 ).
Demikjanlah kata - kata yang dikeluarkan oleh Pangeran Tangkas Kori Agung, lalu Ki Gusti Pasek Geigel berunding dengan saudara - saudara sepupu dan mindonnya, akhimya diserujui oleh semuo saudara - saudara Pasek, sehingga akhimya terjadilah perkawinan sesuai dengan permintaan Pangeran Tangkas Kori Agung.
Jadi status perkawinan ini adalah I Gusti Pasek Gelgel selaku sentana yang kawin dengan I Gusti Ayu Tangkas Kori Agung, diupacarai sangat meriah, di rumah Tangkas Kon Agung, yang Juga hadir dalam perjamuan itu semua keluarga 1 Gusti Pasek Geigel, di samping tamu yang lainnya.
Dari Perkawinan antara Gusti Ayu Tangkas Kori Agung dengan Gusti Pasek Gelgel, maka dikaruniai 4 ( empat ) orang putra dengan narna yaitu:
Anak yang pertama bernama Pangeran Tangkas Kori Agung.
Anak kedua Bendesa Tangkas.
Anak ketiga Pasek Tangkas.
Anak ke empat, Pasek Bendesa Tangkas Kori Agung.
Demikianlah ketuainan Tangkas, yang melanjutkan keluarga Tangkas seterusnya.
Karena keluarga Tangkas terus berkembang dan sangat erat hubungannya dengnn raja dan masyarakat. Maka keluarga Tangkas mendapat tugas - tugas dari raja sebagai berikut:
1.Tangkas Kori Agung adalah pengawal terdepan dari raja lebih - lebihBendesa Tangkas yang merupakan pengawal setia dari raja Dalem Bekung,dan ikut berperang melawan Kryan Batan jeruk, yang berontak sehinggaDalem terkepung, dimana Tangkas sebagai pengawal raja terdepan,dengan susahpayah berperang dengan pasukan Batan Jeruk,yangakhirnya pemberontakan Batan Jeruk dapat dipadamkan, dan Batan Jerukmeninggal di Bunutan.
2.Karena jasanya sebagai pengawal terdepan dari raja maka Tangkasdiberikan tanda jasa oleh raja berupa:
a.Tangkas tidak boleh dihukum mati.
b.Tidak boleh dirampas artha bendanya.
c.Bila Tangkas harus dihukum mati, maka hukuman mati dapat dilakukandengan hukuman buangan selama satu bulan.
d.Bebas pajak.
e.Bila Tangkas harus kena denda lainnya, harus dihapuskan. Jasmatkataku, bila hakim berani melanggar, semoga terkutuk oleh Tuhan.
3.Melakukan upacara yang ada di Besakih.
PEGATEPAN.
Puira clan Arya Kanuruhan yang nomor 3 (tiga ) adalah Kiyayi Pegatepan. putra bcliau yany kcliga ini adaiah saug.il cerdas, disamping sangat tangkas
Sebagai scorang prajurit kcrajaan, maka Kiyayi Pegatepan mendapai tugas unluk mengamankan kckacauan yang rida di daerah Tianyar ( bekas daerah Ki Tunjung Tulur )
Pada masa pemerintahan Dalem di Gclgcl, maka pada waktu ini yang dibenkan hak untuk mengiiasai dan mengamankan daerah Tianyar, adalah keturunan dari Sira Arya Gajah Para. Dua orang cucunya dan Sira Arya Gajah Para yaihi Kiyayi Ngurah Tianyar, dan adik kandungnya yang bernama Kiyayi Ngurah Kalcr, dimana kedua kakak beradik ini mengadakan suatu persengkelaan yang sangat hebat, dengan mclibalkan bebcrapa pcngikutnya di Tianyar yang menyebabkan kacaunya daerah Tianyar serta keamanan tidak terjamin.
Adapun permasalahan yang mcnimbulkan persengketaan sengit ini adalah masalah bcrselisih pendapat tentang jalannya pelaksanaan Upacara Pengabenan dari jenazah ayah mereka.
Dengan memuncaknya perang yang sangat hebat ini maka keamanan di daerah ini sangat menyedihkan sehingga kekacauan ini sampai ditelinga raja di Gelgel. Untuk mengamankan dan mendamaikan kedua kakak beradik ini dikirimkannyalah pasukan dari Gelgel di bawah pimpinan Kiyayi Pegatepan. Kiyayi Pegatepan tiba di Tianyar, dengan pasukan pilihan masuk menyelusup ke wilayah pertempuran, akan tetapi pcrtempuran sukar di damaian, sehingga Kiyayi Ngurah Tianyar dan adiknya Kiyayi Ngurah Kaler, keduanya gugur di medan pertempuran. Gugurnya kedua saudara ini masing - masing meninggalkan istri mereka dengan anak yang masih kecil ( bayi ). Sedangkan Kiyayi Ngurah Kaler meninggalkan istri yang sedang mengandung.
Karcna gugumya kediia cucu dan Gajah Para, dan keamanan beium terjamin sepenuhnya, maka atas perintah raja Kiyayi Pegatepan ditugaskan terus di Tianyar, sampai desa tersebut betul - betul aman Karena lamanya Kiyayi Pegatepan berada di daerah Tianyar, maka makin larna makin senanglah beliau memegang wilayah tersebut dan akhirnya beliau berketetapan hati untuk tidak meninggalkan wilayah tersebut.
Di Wilayah Tianyar inilah beliau akhirnya mengambi! rabi/ istri yang nontinya melahirkan dua orang putra yang masing -masing putra beliau bernama
Putra pertama di ben nama Kiyayi Pegatepan Putra kedua Kiyayi Madhya Bukian
Karcna lamanya bcliau tinggal di Fianyar, maka kedua pulranya mi masing -rnasing mcnurunkan keturunannya sedemikian banyak Kclurunan inilah Icrus tersebar ke desa dcsa, keseluruh pelosok wilayah Bah
Tianyar mcrupakan daerah terpcncil. dunana hubunqan dengan pusat, mcnjadi jauh sehingga penulisan dan siisilah kehiarga dan Kiyayi Pcgatepan tidak diuraikan lagi.
Dcmikianlah siisilah singkatArya Kanunihan dan Bali.

ARYA SENTONG

| | 8 komentar

Om Swatiastu Sejarah mengatakan dalam ekspedisi Maha Patih Gajah Mada ke Bali di dampingi oleh para Kestrya Arya Kediri besaudara Raden Cakradara (suami Tribhuwana) Arya Damar (Adityawarman) Arya Kenceng Arya Kuta wandira Arya Sentong Arya Belog. Masing-masing ksatria ini memimpin pasukannya menyerang dari segala penjuru mata angin. Diceritakan setelah Bali berhasil ditaklukan, Arya Damar kembali ke majapahit, kemudian diangkat sebagai Raja di Palembang. Adik-adik beliau ditempatkan sebagai raja di masing-masing daerah di Bali seperti Arya Kenceng di Tabanan, Arya Sentong di Perean , Arya Belog di Kaba-kaba dan sebagainya

Sejarah berdirinya Kerajaan Marga. Di dalam perjalanan yang panjang, Keturunan Ida Betara Sinuhun Sira Arya Sentong yang pada mulanya di awali dengan mendirikan Kerajaan Uma Kaang di Alas Pere (Purana Marga/Wratmara), setelah menempuh perjalanan dari Nusa Penida ke Pucak Asah (Babad Nusa). Dengan mendapatkan titah dari Ida Betara Dalem Nusa agar tidak membangun kerajaan dari Pucak Asah ke selatan agar tidak melewati Pura Puser Tasik. namun kerajaan yang berada di sebelah barat laut (kaja kauh) Pura Puser Tasik tersebut tidak bertahan lama karena diserang oleh semut yang begitu banyak, sehingga Kerajaannya di pindahkan ke utara Marga dengan nama Puri Perean. Raja Perean pada saat itu Anglurah Perean, Ki/I Gusti Ngurah Pacung Sakti memiliki dua orang Istri, yang pertama I Gusti Luh Pemacekan (Perami) berputra dengan nama I Gusti Ngurah Batan Duren (cikal Bakal Puri Carang Sari) sedangkan kedua Ni Luh Jepun (Penawing tak lain putri dari Ki Dukuh Titigantung) berputra dengan nama Ida Arya (cikal bakal Puri Marga).

Maka dengan demikian, Ida Arya menjadi Putra Mahkota Perean sekaligus Marga. karena di tinggal oleh I Gusti Ngurah ke Carang sari, maka Beliau kembali ke Marga dengan mendirikan sebuah kerajaan sementara di Taman Lebah. kemudian Beliau mendirikan kerajaan yang lebih besar sebelah timur laut (kaja-kangin)Pura Puser Tasik dengan nama Puri Agung Marga/Wratmara.

Adapun Silsilah Puri Marga keturunan Ida Arya dengan kerajaan yang di pegang antara lain: 1. I Gusti Balangan (Puri Agung Marga) 2. I Gusti Wayahan Geria (Puri Taman Marga) 3. I Gusti Nyoman Anda/Istri (mengisi ke Puri Perian) 4. I Gusti Ketut Celuk (Puri Belayu) 5. I Gusti.... (Manjingan ke Mengwi)
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Arya_Sentong"

Sejarah mengatakan dalam ekspedisi Maha Patih Gajah Mada ke Bali didampingi oleh para Kestrya Arya Kediri bersaudara Raden Cakradara (suami Tribhuwana, Arya Damar (Adityawarman, Arya Kenceng, Arya Kuta wandira, Arya Sentong, Arya Belog. Masing-masing ksatria ini memimpin pasukannya menyerang dari segala penjuru mata angin. Diceritakan setelah Bali berhasil ditaklukan, Arya Damar kembali ke Majapahit, kemudian diangkat sebagai Raja di Palembang. Adik-adik beliau ditempatkan sebagai raja di masing-masing daerah di Bali seperti Arya Kenceng di Tabanan, Arya Sentong di Perean , Arya Belog di Kaba-kaba dan sebagainya Sejarah berdirinya Kerajaan Marga yang berada di Kab.Tabanan. Di dalam perjalanan yang panjang, Keturunan Ida Betara Sinuhun Sira Arya Sentong yang pada mulanya diawali dengan mendirikan Kerajaan Uma Kaang di Alas Pere (Purana Marga/Wratmara), setelah menempuh perjalanan dari Nusa Penida ke Pucak Asah (Babad Nusa). Dengan mendapatkan titah dari Ida Betara Dalem Nusa agar tidak membangun kerajaan dari Pucak Asah ke selatan agar tidak melewati Pura Puser Tasik. Namun kerajaan yang berada di sebelah barat laut (kaja kauh) Pura Puser Tasik tersebut tidak bertahan lama karena diserang oleh semut yang begitu banyak, sehingga Kerajaannya dipindahkan ke utara Marga dengan nama Puri Perean. Raja Perean pada saat itu Anglurah Perean, Ki/I Gusti Ngurah Pacung Sakti yang menguasai wilayah sebelah utara Beringkit sampai selatan Danau Tamblingan dan barat sungai Yeh Ayung dan Timur sungai Yeh Pana. Ki Anglurah Perean memiliki dua orang Istri, yang pertama I Gusti Luh Pemacekan (Perami) berputra dengan nama I Gusti Ngurah Batan Duren (cikal bakal Puri Carang Sari) sedangkan kedua Ni Luh Jepun (Penawing tak lain putri dari Ki Dukuh Titigantung) berputra dengan nama Ida Arya (cikal bakal Puri Marga). Maka dengan demikian, Ida Arya menjadi Putra Mahkota Perean sekaligus Marga. karena ditinggal oleh I Gusti Ngurah ke Carang sari, maka Beliau kembali ke Marga dengan mendirikan sebuah kerajaan sementara di Taman Lebah. kemudian beliau mendirikan kerajaan yang lebih besar sebelah timur laut (kaja-kangin) Pura Puser Tasik dengan nama Puri Agung Marga/Wratmara. Adapun Silsilah Puri Marga Keturunan dari Ki Ida Arya dengan kerajaan yang dipegang antara lain: 1. I Gusti Balangan (Puri Agung Marga) 2. I Gusti Wayahan Geria (Puri Taman Marga) 3. I Gusti Nyoman Anda/Istri (mengisi ke Puri Perian) 4. I Gusti Ketut Celuk (Puri Belayu) 5. I Gusti.............(Manjingin ke Mengwi) Sumber: http://wapedia.mobi/id/Arya_Sentong

ARYA TANGKAS TEGEH KORI

| | 0 komentar

Jumat, 2008 Januari 04
Babad Pasek Tangkas, Babad Arya Tangkas Kori AgungOM SWASTYASTUAntuk asung kerta wara nugraha ida sang hyang widhi wasa, tityang prasida nyurat babad puniki.Sankaning baktin tityang ring dewa hyang sinamian Mangdaning riwekas prati sentanane uning ring sejarah leluhur lan dumogi tityang nenten keneng raja pinulah kecakra antuk bawan ide. pangelungsur titiang ring ida dane yening pet wenten kepangguh aksara sane tan manut ring kayun Ida Dane sinamian riantuk wenten salah Ketik tityang nunas geng rene sinampure .OM SANTIH,SANTIH,SANTIH, OMOm awigena mastu namah swaha, om saraswati patastra ya namah, OmSajumeneke sira Arya Kanuruwan ring Bali,ana anakniya laki ari; I Gusti Tangkas,I Gusti Pegatepan,I Gusti Brangsinga.I Gusti Tangkas ana anakniya laki sawiji,wekasan sedeng ajejaka inalap anake I Gusti Bendesa Kyuan,sane meparab I Gusti Ayu Mas,nanging ana piteket sang matwa,linge sang matuwa;”Ih pangeran ngalap anak ingsun iki,menawa wekasan ana sentana saking iriki,adanin taler bendesane,apan eda pegat bendesane,apan kena ban ingsun ngelingin di kewekasane,apan ingsun keputungan,mangkana pidarta nira nguni.”puwa lawas ana anak niya I Gusti Tangkas kakung sawiji ,mapesengan I Gusti Bendesa Tangkas manira ,puwa wekas ingalap rabi anake sira Arya Semara Nata.Riwekasan ana anak niya laki sawiji,raris kinen olih Dalem Sumadi ring Badung,apan I Gusti Agung Pinatyan,wus kesah karana I Gusti Tangkas madeg ring Badung,sareng rabi muang oka. Pwa lawas ana utusan Dalem,wenang mati kainen olih Dalem,ngawa surat Dalem ke Badung,ngaturang ring I Gusti Tangkas .I Gusti Tangkas nuju noreng umah,anake I Gusti Tangkas nuju kecarik raris okane katurin,raris tampi ring surat Dalem,iutusan mewali ke Gel-Gel.raris kagiyat Dalem anulu iutusan,raris Dalem nginen pepatih mangkat ke Badung,ngandeg Kyayi Tangkas memejah okane,tan ketakena memargi I Gusti Patih sami nunggang,raris dateng ke Badung raris macingak,okane I Gusti Tangkas wus pejah,raris mewaliI Gusti Patih ke Gel Gel ngaturang ring Dalem,meneng Dalem tan ngandika,raris masue I Gusti Tangkas tan umedekeng Dalem raris madres pwasira Dalem,ngesengin I Gusti Tangkas umarekeng sire Dalem,”ih Kyayi Tangkas merene parekeng Dalem.Matur I Gusti Tangkas ,”singgih pakulun kawula saking iriki umedek sire Dalem. Ah merenepasung manirea, Eh Tangkas malawas tan umarekeng manira,ban panak ITangkase pejah kerana ya riget,aja mongkono,ne ada rabin manira temen,to juang anggon somah,esuk sinya muwani adanin “I GUSTI PANGERAN TANGKAS TEGEH KORI AGUNG”,apan nu agunge uli dini. Garjita I Tangkas,premesi ring Dalem. Pwalawas ana anake I Gusti Tangkas kakung,witning saking Dalem.wekasan sedeng ajejaka,ngalap anake sira Arya Semara Nata. Pwalawas ana temaja setri sawiji,mapesengan IGusti Ayu Agung Tangkas. Kawekas wekasan kinalap rabi olih sira Arya Langon,sane mepesengan IGusti Pasek Agung Gel-Gel.sapengalapeI Gusti Pasek Agung Gel-Gel ana ling sira sang matwa ,”Ih cai ingalap panak mamane,apan maman kaputungan ne jani,nora ana kang sumendiri.ne jani apan cai ingalap panak mamane,malawas sinya ada sentana metu ring maman,aranin I Bendesaa Tangkas,apan da pegat Bendesa Tangkase,apan ana piteket I Gusti Bendesa Emas ane kuna ring maman,ne jani maman makidihang awak ring cai,muang saisin kadatwan,teken rencange satak. Riwus mangkana punang kata,tan carita wus madem,mantuk maring ari laya. Pwalawas ana sentana tigang diri,kang werda,mapesengan I Gusti Pasek Gel-Gel,merai I Gusti Pasek Denpasar,meraiI Gusti Pangeran Tangkas. Malih sane tatiga siyos biyang tunggil akili,mapesengan I Gusti Pasek Toh Jiwa,meraiI Gusti Pasek Nongan,merai I Gusti Pasek Preteka,iki sanak nem. Sami ngawa kawibawaan ngadeg pangaskaran,sentanan Ki Gusti Pangeran Tangkas kang wreda,I Gusti Bendesa Gel-Gel,Turun binurun sentanan sira Ki Gusti Pangeran Tangkas,madesanin ring Gel-Gel.wekas wekasan kunang carita ring nguni,ana putranda Sri Aji Watu Renggong kalih,sane mapesenganI Dewa Agung Pamayun,merai I Dewa Agung Dimade.I Dewa Agung Pamayun kejenengang ratu ring Gel-Gel.wekasan prapta kang kali yuga,mebalikI Gusti Agung Pinatiyan,I Dewa Agung Dimade kasiniwi,dadi menggat pwa sira I Dewa Agung Pamayun sah ida saking Gel-Gel,tiba maring Karang Asem,umungsi ring Perasi,mairingan 310,watek para Arya sami,muwahI Gusti Pasek Bendesa Tangkas,kari sami taler niring Dalem.wekas wekasan sah Dalem saking Perasi,ngeraris ke Baledana,sampun Dalem ring Baledana,irika Dalem ngandika ring I Gusti Tangkas,ling Dalem ngandikayangI Gusti Tangkas,mangencak leleper mas druene.sampun wus mecakcak,raris katur ring Dalem. Pengendikan Dalem ring I Gusti Tangkas”,lautang dumang ditu.bisaI Tangkas,mangedumin ya pada mabedik,apang ada cihna,cirri di kewekas-wekassane,terus tekeng pratisentananne I Tangkas,dija di desa desi ya awesme,sentanane, ayua lupa apang ya enu inget sapretisentanane di kawekas-wekasane,muwah yan tanana kedep kadepa uga,sapratisentananeI Tangkas,moga kita kasasar,manggih weci,tan amanggih sida rahayu,terus katekeng pratisentanane kawekas-wekasan,muah yan kedep kadepa uga,ring wekasane iki,sentanane ie I Tangkas,moga kita dirga yusa,muang amanggih sida rahayu,wredisentana suka wirya,tan surudeng pamangkwa,sapratisentanane ieI Tangkas,tan amanggih weci,samangkana sapaning Dalem.” Wus Dalem asung sapa ring Bale Dana,malih sah Dalem saking Bale Dana,mangeraris ka Temega. Sajumeneke dalem ring Temega,irika Dalem ngewangun Puri,muwang Pemarajan,kairing antuk para iringane sami,makadi I Gusti Tangkas. Wus Dalem ngewangun Puri lan Pamerajan,ngeraris Dalem ngewangun Karya,pamelaspas,penapuh madedaging,macaron Puri dinan Karyane “Buda Wage Kulau”. Ngaturang patirtayan ring Pamerajan,irika malih wenten piteket Dalem ring iringan idane sami,”Ayua lupa ring gegaduhan manira,ring wekasan ring ke Desa-Desi awesma sentanane,kangenta juga ring kalinganta.” KunangI Gusti Tangkas mamekul Dalem ring Temega ana anaknya tigang diri,kang pandwa,mapesengan:I Gusti Gede Tangkas,merai I Gusti Made Tangkas,meraiI Gusti Nyoman Tangkas.malih sanake I Gusti Tangkas siyos bibi,wijilang tawing petang diri,:I Gusti Wayan Tangkas merai I Gusti Made Tangkas,I Gusti Made Tangkas merai I Gusti Nyoman Tangkas,I Gusti Nyoman Tangkas Merai I Gusti Ketut Tangkas. Wus semangkana,kunang I Gusti Gede Tangkas,sah saking Temega awesma ring;Dsn.BIAS Desa.ABABI Kec.ABANG Kab.KARANG ASEM.,I Gusti Made Tangkas Mangiring ke Sidemen,akulu ring kilyaning Pasar,I Gusti Nyoman Tangkas mangiring ke Mengwi,awesma ring Sading. Malih sane petang diri :I Gusti Wayan Tangkas sah ke Telamben,I Gusti Made Tangkas sah ke Datah,I Guti Nyoman Tangkas sah ke Bias Lantang,I Gusti Ketut Tangkas sah ke Belayu, ika sanak pitu.

ARYA GAJAH PARA

| | 0 komentar

Ya Tuhan semoga tidak mendapat halangan.
Ong pranamyam sira sang siwyam, bhukti mukti hitarratam,prawaksye tatwa wijnevah, wisnwangsa patayo swaram.Sira ghranestyam patyam, rajasityam mahabalam,sawangsanira mangjawam, bhuphalakarn patyam loke.
Ong nama dewa ya.

Sembah hamba ke hadapan Batara junjungan, daulat paduka leluhur yang telah menjadi batara, Engkau yang menganugerahi kehidupan (makanan) dan kebahagiaan, keberhasilan dalam segala kehendak, senantiasa bersemayam dalam perasaan dan pikiran, dipuja agar merestui, para bijak di lingkungan keluarga memohon untuk menyebarkan cerita ( sejarah ) ini, yang berkenaan dengan kewajiban seorang raja, menerangi dan menjadi contoh di dunia, akan diuraikan tentang silsilah keturunan oleh beliau junjungan utama yang telah sempurna. Pada awalnya dimulai. Selamat dan panjang usia, terhindar dari kutuk celaan fitnah bagaikan terkena racun, semoga terus dijunjung di dunia. Ya Tuhan semoga menemukan keberhasilan.
Selamat pada tahun Saka 530 yang telah lewat, bulan Cetra (sekitar Maret), hari ke-12 terang bulan, hari dalam sepekan Julung Pujut, pada saat itu titah paduka batara Maharaja Manu, tiba di pulau Jawa di Medangkamulan, di sana dipuja sebagai dewa, dan menjadi pelindung pertama di negeri itu.
Gurunam sobitah siyotah.
Sebabnya beliau turun, karena atas titah ayah beliau , Batara Guru, menitahkan untuk menegakkan dharma ( kebenaran ) di Medangkemulan, kemudian selesainya melaksanakan dharma beliau, beliau juga melakukan semadi, menghadap/ memuja Surya pada waktu mulai terbit. Hasil dari tapanya, beliau bagaikan dewa dalam alam nyata, oleh karena itu tidak ada yang menyamai di dunia, demikian selesai.
Taman loke turanjitah, stroteyam satya dharmmanam,Sakyam wakbhitah krtti loke, bhuta bhawanam wancanam.
Karenanya tenteramlah negeri itu selama beliau dijunjung bagi beliau tidak ada yang melebihi selain darma, itulah sebabnya berhasil segala yang diucapkannya, Hyang Maharaja Manu juga memahami tentang kebatinan.
Jawanam mandawe swijah, dasantih bhujanggam tayah,tasiyamnco ywanam prajah, haiwam santanam Wijnanah.
Entah berapa lama hyang Batara Maharaja Manu, bertahta menjadi pemimpin di sana, bagaikan dewa dalam kenyataan, beliau tetap mempertahankan kemuliaan, sampai ke seluruh negeri, disegani oleh rakyat maupun bangsawan, orang pertama dalam keturunan Manu, di kerajaan, Medangkamulan.
Awiji ekam sastito.
Awalnya beliau Maharaja Manu, menurunkan keturunan utama seorang laki-laki, bergelar Sri Jaya Langit. Adapun Sri Jaya langit, menurunkan Sri Wrttikandayun. Adapun Sri Wrttikandayun, menurunkan Sri Kameswara Paradewasikan. Adapun Sri Kameswara Paradewasikan, menurunkan Sri Dharmawangsa Teguh Ananta Wikrama Tungga Dewa, beliau sebagai pemimpin utama, perencana unggul, raja di antara para yogi dan penguasa tertinggi, menjabarkan tujuh formasi ilmu Sanskrit dalam tata bahasa, oleh dilampaui orang. Hasil karya Bagawan Byasa, digubah dalam palawakya, memahami seluk beluk cerita prosa dari Astadasa Parwa. Beliau bagaikan Raja yang unggul di dunia, pikiran beliau mengutamakan kebenaran, tidak diperdaya sebagai raja, menjaga daerah kekuasaan, mengutamakan kejujuran dan kesetiaan, sungguh beliau menjadi pelindung dunia.
Prawaktayan sri gotrabih. Beliau raja penguasa pertama, pada waktu beliau memerintah negeri itu makmur, para pernuka tidak ada yang berani menentang beliau. Demikian keistimewaan beliau Sri Dharmawangsa Teguh Ananta Wikrama Tunggadewa.
Beberapa lama beliau dijunjung menjadi penguasa negeri, berhasil mempunyai keturunan, beliau berputra laki-laki yang utama, bernama Sri Kameswara, seperti nama buyut beliau. Adapun Sri Kameswara, memiliki keturunan tiga laki-laki, dan seorang perempuan, Semuanya ada empat, rinciannya adalah, yang tertua bernama Sri Krtta Dharma, beliau yang wafat di Jirah. Adapun adik beliau, Sri Tunggul Ametung, beliau wafat di Tumapel, saudara yang perempuan, bernama Dewi Ghori Puspatha, disunting oleh Mpu Widha, saudara dari Medhawati, telah menyatu ke alam baka, berkedudukan di kuburan. Adapun yang keempat, adalah Sri Airlangga, yang diangkat dari Sri Udayana Warmadewa, raja Bali, beserta Sri Guna Priya Dharmapatni, keturunan dari Mpu Sendok.
Adapun Sri Airlangga menjadi raja penguasa berkedudukan di negara Daha. Memiliki keturunan dua laki-laki utama, yang ketiga putri di luar istana. Putra tertua itu bernama Sri Jayabhaya, dan Sri Jayashaba, lahir dari ibu permaisuri. Semuanya keturunan Wisnuwangsa Kediri. Adapun yang di luar istana (puspa capa), bergelar Sri Arya Buru, sama-sama keturunan orang dusun, cikal bakal lurah Tutwan, Si Gunaraksa yang datang ke Bali.
Silsilah raja Sri Jayabhaya yang diuraikan terlebih dahulu, raja Sri Jayabhaya, berputra tiga orang laki-laki, yang tertua bernama raja Sri Dandang Gendis, Sri Siwa Wandhira, Sri Jaya Kusuma, demikian keturunan beliau Sri Jayabhaya. Adapun raja Sri Dandang Gendis, memiliki keturunan Sri Jaya Katong, dia wafat dalam peperangan, Sri Jaya Katong, berputra Sri Jaya Katha, adapun Sri Siwa Wandhira berputra Sri Jaya Waringin, Sri Jaya Waringin berputra Sri Kuta Wandhira berputra bernama Arya Kutawaringin, dia pergi ke Bali, diutus oleh beliau Patih Mada, berkembang keturunannya menjadi keluarga Kubon Tubuh, Kuta Waringin, sampai di sana diceritakan.
Adapun Sri Jaya Kusuma, memiliki keturunan Sri Wira Kusuma, tidak mengikuti aturan kata krama keluarga, melahirkan keturunan berada di Pulau Jawa, tidak diceritakan lagi kelanjutannya.
Kembali Sri Jayasabha yang diceritakan, memiliki keturunan seorang laki-laki, bernama Sirarya Kediri, memiliki keturunan bernama Arya Kapakisan, beliau dikirim oleh keturunan dua orang semua laki-laki, beliau Pangeran Nyuhaya, dan Pangeran Asak, sama-sama mengembangkan keturunan di Bali, cerita disudahi.
Kembali diceritakan yang terdahulu, Jaya Waringin dan Jaya Katha, keturunan beliau Sri Siwa Wandhira dan Jaya Katong beliau berdua yang gugur dalam pertempuran, beliau berdua yaitu Jaya Waringin dan Jaya Katha, yang menyerah ke Tumapel, waktu ayah beliau hancur dalam peperangan negara Daha menjadi kacau, akhirnya berlanjut sampai cucu terkena kehancuran, kutuk beliau pendeta Çiwa maupun golongan Budha.
Apa yang menyebabkan terjadinya perang itu? Menyebabkan Keraton menjadi hancur ?
Dengarkan tambahan cerita ini, pada tahun Çaka yang lalu 1144 ( 1222 M ), bulan Palguna (sekitar Pebruari), hari ketiga belas setelah bulan Purnama, hari sepekan Watu Gunung, pada saat itu perintah beliau raja Ken Angrok, beliau yang bertahta di Tumapel, menyerang kerajaan Galuh, atas desakan beliau para pendeta Çiwa maupun golongan Budha. Bahwasanya raja Sri Dangdang Gendis, durhaka pada para pendeta, menghina kewajiban sang Brahmana, ibaratnya seperti maharaja Nahusa, yang berkeinginan menguasai Surga. Demikian perbuatan raja Sri Dangdang Gendis, menyebabkan semua pendeta menjadi bingung mengungsi ke Tumapel, sekarang kerajaan Daha, ibaratnya seperti segunung rumput kering, hancur lebur terbakar oleh api, siap dibakar?, itulah kemarahan sang pertapa, berkobar dalam pikirannya, ditiup angin tak henti-hentinya Raja Sri Ken Angrok menghembus, semakin menyala tak ada tandingnya.
Pada akhirnya menyerah Sri Aji Dangdang Gendis, sadar akan ajalnya tiba, karena raja Sri Ken Angrok sungguh seorang keturunan Brahmana dari Waisnawa, beliau juga dijuluki Hyang Guru, nah itu sebabnya Sri Raja Dangdang Gendis, memusatkan pikiran, menggelar rahasia batin, segera moksa tanpa jasad turut pula kandang kuda beserta pembawa puan, payung, terlihat samar bayangan beliau, melambai di angkasa, menuju Wisnuloka. Demikian jelas Sri raja telah menyatu di alam sana.
Ada lagi yang diceritakan yaitu para prajurit dan menteri lebih-lebih para keluarga utama ( dekat ), rakyat yang masih hidup, semua cerai-berai, mencari tempat berlindung, mencari tempat persembunyian, agar selamat, sebab pemimpin perang adalah Siwa Wandhira, beserta Misawalungan, Semuanya telah gugur, dengan penuh keberanian.
Masih ada dua orang keluarga keturunan utama, Jaya Katha, dan Jaya Waringin yang terkenal, keturunan Jaya Katong, beserta Siwa Wandhira, yang gugur dalam medan perang.
Mereka berdua dendam, atas tewas ayahnya dalam pertempuran, maju menyerang seperti harimau galak, lalu ditangkap bersama-sama oleh empat orang gagah berani yang masing-masing bernama , Arya Wang Bang, Misa Rangdi, Bango Samparan, Cucupu Rantya, di sana Jaya Katha dan Jaya Waringin, keduanya ditangkap. Tidak mampu melawan ikut pula istri Jaya Katha dibawa berlari beliau sedang hamil, sedang mengidam. Adapun Jaya Waringin, masih perjaka, belum mempunyai istri. Keempat menteri tersebut semua belas kasihan terhadap beliau Jaya Katha, dan pula terhadap Siwa Wandhira, itulah sebabnya lepas tidak terkena senjata.
Adapun setibanya beliau di Tumapel, disayang oleh yang mendirikan memerintah Tumapel, diasuh oleh orang Japara, masih merupakan keturunan istri Mpu Sendok, dan Kebo ljo, di sana dipelihara, tidak mendapat kekuasaan. Beberapa lama mereka berada di Tumapel, setelah tiba masanya, akhirnya Jaya Katha berputra tiga orang laki-laki, yang sulung bernama Arya Wayahan Dalem Manyeneng, ketika ibunya dibawa lari janin itu berada dengan selamat di rahim ibunya, itulah sebabnya diberi nama Dalem Manyeneng.
Adapun adiknya bernama Arya Katanggaran, itu yang menurunkan Kebo Anabrang, orang tua dari Arya Kanuruhan, yang dikirim ke Bali, mengembangkan keturunan, yaitu Arya Brangsinga, Tangkas, Pagatepan, sampai di sana diceritakan.
Putra yang bungsu bernama Arya Nuddhata, seorang Arya yang menetap berdiam di Tumapel mengembangkan keturunan di kerajaan di Jawa, tidak diceritakan lebih lanjut.
Adapun beliau Arya Wayahan Dalem Manyeneng, berputra dua orang laki-laki, yang sulung bernama Arya Gajah Para, adik beliau bernama Arya Getas, Mereka berdua itu diutus oleh Gajah Mada ke Bali, demikian uraiannya pada zaman dahulu.
Ya Tuhan yang bersemayam dalam kalbu dan pikiran, yang diwujudkan dengan Ongkara dalam kesucian Batara junjungan hamba, para leluhur yang telah suci, hamba menghaturkan sembah suci agar berhasil, oleh karena semua para anggota keluarga, keturunan, karena beliau yang pertama mengembangkan keluarga hamba sendiri, tiada lain beliau itu yang menetap di Tumapel. Beliau itu adalah Arya Wayahan Dalem Manyeneng, gelar beliau yang terkenal. Beliau yang pertama menurunkan keluarga hamba, maafkan agar tidak kena kutukan, para keluarga hamba mohon ijin untuk menguraikan cerita ini, semoga selamat dan panjang umur, menemui kesempurnaan, sampai anggota keluarga dan keturunan, berhasil dalam segala tujuan, tidak kekurangan pangan, kekayaan, semoga tetap disegani di bumi. Ya Tuhan semoga sukses, berhasil selalu.
Permulaan cerita disusun dalam silsilah, berkat jasa beliau seorang brahmana pendeta sakti, beliau bergelar Wayahan Tianyar, yang berasrama di Griya Punia, atas dorongan Kyayi I Gusti Ngurah Tianyar, pemimpin di utara gunung, keturunan beliau Jaya Katong dari Kediri, itulah sebabnya sang pendeta sakti, menulis tentang silsilah , telah dimuat dalam tulisan sesuai dengan bahasa dalam babad Jawa.
Adapula diceritakan, bernama Kriyan Patih Gajah Mada, memanggil Arya Damar, atas titah dari maha raja Pulau Jawa, melaksanakan empat daya upaya, menyerang kerajaan Bali, setelah siap perbekalan dan kendaraan, segeralah beliau berangkat ikut pula para Arya semua, para perwira dan menteri berkelompok-kelompok menaiki perahu, disertai pula prajurit beliau, tepi laut Bali dikelilingi oleh musuh, para Arya itu dibagi-bagi oleh Kriyan Patih Mada, utara, timur, barat selatan semuanya penuh, penuh sesak di pantai laut, yang masing-masing menempati posisinya, ditambatkan perahunya.
Adapun beliau Arya Gajah Para, beserta saudara beliau Arya Getas, disertai oleh Arya Kutawaringin yang cekatan, diikuti oleh Jahaweddhya, para gusti dari Majapahit, seperti tiga patih bersaudara, yang bernama Tan Kawur, Tan Mundur, dan Tan Kober. Beliau tiga bersaudara menambatkan perahu layarnya di pelabuhan Tejakula, yang menyerang dari barat Toya Anyar.
Desa-desa menjadi kacau balau, semuanya yang ada di kerajaan Bali, sangat ramai pergulatan perang itu, memarang diparang, kacau balau, banyak rakyat yang tewas, dan menderita, karena keperkasaannya serangan dan Pulau Jawa. Dengan sekejap kalah pasukan Maharaja Sri Bhedamuka (Bedahulu), amat panjang tidak diceritakan dalam buku ini.
Sementara setelah gugurnya maharaja Bhedamuka, para Arya itu semua kembali, menuju Majapahit, keadaan Pulau Bali menjadi sunyi senyap, karena belum ada yang memimpin Bali, demikian. Setelah sekian lama datanglah Sri Kresna Kepakisan, dinobatkan menjadi raja di Pulau Bali. Diikuti oleh semua Arya, Arya Kepakisan, Arya Wang Bang, Arya Kenceng, Arya Dalancang, Arya Belog, Arya Kanuruhan, lagi beliau Arya Wang Bang, Tan Kober, Tan Kawur, Tan Mundur, yang terakhir Arya Kutawaringin semua mengiringi sebagai para perwira menteri, Beliau Arya Kutawaringin, menjadi kepala penasehat pasukan tinggi tersebut.
Sesampainya Sri Maharaja Kapakisan, dinobatkan menjadi raja Pulau Bali, orang- orang dusun ada yang tidak mau menghormati ( tunduk ), yang di sebelah utara gunung Agung, oleh karena tidak ada pemimpin yang disegani yang datang di sana. Demikian cerita berakhir.
Kemudian kembali diceritakan, beliau Arya Gajahpara, bersama saudara beliau Arya Getas didesak oleh raja, sebagai mahapatih raja yang ada di Bali. Beliau menurut ( menyerah ), karena ingat dengan kewajiban sebagai seorang anak, tidak pantas melawan perintah orang tua, demikian motto kepemimpinan beliau, dengan tetap pula melaksanakan keperwiraan utama dan keadilan, kedua Arya tersebut diberikan istri, juga merupakan putra Arya. Tetapi di sana para Arya itu segera diajar tentang kewajiban dan tingkah laku seorang kesatria, oleh ayah beliau, untuk tetap melaksanakan cita-cita kewajiban seorang pahlawan (pemberani).
Setelah demikian, kedua Arya itu menyembah dan mohon pamit, berdiri dan segera berangkat. Sekejap telah sampai di pantai laut, segera beliau naik ke perahu, perahu berlayar hilir mudik, setelah melewati pertengahan laut, selanjutnya, berlabuhlah beliau di daerah Pulaki, barat daya Pulau Bali, beliau menumpang di rumah I Gusti Bendesa Pulaki, yang merupakan keluarga keturunan Bendesa Mas. Sangat senang hati I Gusti Bendesa, tulus hatinya dan sangat ramahtamah sambutannya, hormat terhadap kedua Arya itu, seperti berbunga-bunga hati sang tuan rumah, lengkap dengan jamuan penyambutan I Gusti Bendesa Pulaki. Di sana beliau menginap dua malam.
Pagi-pagi pergilah kedua Arya tersebut, diantar oleh I Gusti Bendesa, tujuannya untuk menghadap Sri Maharaja, yang beristana di Samprangan. Tidak habis jika diceritakan perjalanan kedua Arya tersebut, diantar oleh beliau I Gusti Bendesa. Segera tiba di penghadapan, beliau langsung mendekat dan menghadap pada baginda raja. Tak lama antaranya kedua Arya tersebut dipandang oleh sang raja, dengan sopan dan tulus sembah kedua Arya tersebut, demikian pula I Gusti Bendesa, menimbulkan kekaguman setiap yang melihat, orang yang berada di tempat penghadapan, oleh tingkah laku yang baik kedua Arya itu.
Ada petunjuk dari sang raja, terhadap kedua Arya, dinobatkan menjadi patih oleh beliau raja penguasa, bertempat di sana di sebelah utara Tohlangkir, bermukim di Sukangeneb penyerangan beliau Mada untuk membunuh raja Bedha Murdhi ( Bedahulu ), kalahnya Pulau Bali oleh Majapahit. Menjadi patuhlah Arya itu, dengan segera ditutuplah penghadapan raja. Setelah itu mohon pamitlah beliau pada Sri Maharaja, dan permohonannya dikabulkan, kedua Arya itu berjalan menuju ke utara, diiringkan oleh rakyat sebanyak lima puluh orang, menuju Sukangeneb Toya Anyar. Setibanya di sana, segera beliau membangun rumah, tenanglah penduduk sebelah utara gunung Agung itu, batas sebelah timurnya adalah Basang Alas, sebelah baratnya sampai di Tejakula, sebelah utaranya sampai di desa Got, demikian batas wilayah kerja beliau, wilayah pemerintahan Arya Gajah Para, berdua beserta saudara beliau.
Beberapa lama kemudian beliau Arya Gajahpara berdua bersama saudara beliau, hidup di Sukangeneb Toya Anyar, beliau berdua sama-sama memiliki putra. Adapun putra beliau Gajah Para tiga orang laki-laki dan perempuan, laki-laki yang sulung I Gusti Ngurah Toya Anyar, adiknya ( bernama ) I Gusti Ngurah Sukangeneb, yang perempuan Ni Gusti Luh Raras, diambil dijadikan istri oleh beliau Sri Raja Wawu Rawuh, untuk sementara tidak diceritakan.
Beliau Arya Getas yang diceritakan sekarang, berputra dua orang laki-laki, yang tertua bernama I Gusti Ngurah Getas, adiknya diberi nama I Gusti Kekeran Getas. Adapun beliau Arya Getas, setelah berputra dua orang diadu oleh Sri Maharaja, disuruh menyerang daerah Selaparang, karena beliau menguasai empat daya upaya yang licin, diikuti oleh seribu enam ratus orang bawahannya, setelah semua lengkap dengan perbekalan dan kendaraan, menjadi penuhlah desa-desa pesisir di sepanjang pantai, beliau bersama semua rakyatnya hilir mudik menaiki perahu.
Setelah itu berhasillah beliau berlabuh di tepi pantai Selaparang, turun dari perahu, berjalan beliau Arya Getas. Rakyat Selaparang menjadi terdiam, oleh karena beliau ( Arya Getas ) berhasil memasang empat daya upaya yang licin, beliau langsung menerobos memasuki semua desa, orang-orang yang berada di Praya semua diam, semua memberi hormat kepada Arya Getas, itu sebabnya ( beliau ) tinggal di Praya sampai sekarang dan mengembangkan keturunan.
Diceritakan kedua putra beliau yang tinggal di Sukangeneb Toya Anyar, sama-sama mengembangkan keturunan, telah tercatat. Kembali diceritakan, tersebut I Gusti Ngurah Sukangeneb, pindah ke arah barat, diikuti oleh rakyat dengan tiba-tiba, terlunta-lunta perjalanan beliau, sampai tiba di desa Pegametan, bergegas penduduk di sana, disambut oleh I Gusti Bendesa Pegametan, keturunan dari Bendesa Mas, senang hati I Gusti Bendesa sama-sama memohon maaf dengan tulus dan sopan, tidak beberapa lama masuklah di sana I Gusti Ngurah Sukangeneb, bergandeng tangan dengan I Gusti Bendesa, yang menjadi penguasa di Pegametan, masuk ke dalam Puri, duduk di beranda rumah, beliau sama-sama senang saling bertukar pikiran dan berunding, tidak diceritakan jamuan beliau I Gusti Bendesa. Karena saling mengasihi dari dulu.
Waktu telah berlalu, sekarang I Gusti Ngurah Sukangeneb, beliau berdiam di Pegametan, menyebabkan I Gusti Bendesa menjadi akrab, dengan I Gusti Sukangeneb. Oleh karena itu dijadikan menantu laki oleh I Gusti Bendesa. I Gusti Ngurah Sukangeneb. Permintaan I Gusti Bendesa agar I Gusti Ngurah Sukangeneb dikawinkan dengan I Gusti ……………………………..Kekeran, I Gusti Getas, dinikahkan pada hari, Senin Umanis, Wuku Tolu, tanggal empat belas hari terang bulan, sasih kelima ( sekitar Nopember ) pada tahun Saka 1560 ( 1638 M). Tidak diceritakan perkawinan beliau, pada akhirnya beliau mempunyai dua orang putra, laki-laki, yang sulung I Gusti Gede Pulaki, adiknya I Gusti Ngurah Pegametan. Cerita selesai sampai di sini.
Selanjutnya kembali diceritakan, tersebutlah I Gusti Ngurah Toya Anyar, ada saudara beliau, laki-laki dua orang dan perempuan seorang. Adapun yang tertua I Gusti Ngurah Tianyar, beliau yang dinobatkan menggantikan ayah beliau Arya Gajah Para, yang ketiga mengambil istri I Gusti Ayu Diah Wwesukia, adiknya I Gusti Ngurah Kaler, kawin dengan I Gusti Diah Lor. Adiknya yang bernama I Gusti Luh Tianyar, dijadikan istri oleh Pendeta Sakti Manuaba. Adapun I Gusti Ngurah Getas, dan I Gusti Ngurah Kekeran Getas, beliau tinggal di Sukangeneb, Toya Anyar, beliau sama-sama mengembangkan keturunan.
Kemudian kembali dikisahkan, diceritakan I Gusti Ngurah Tianyar, beliau yang dinobatkan menjadi tetua di Toya Anyar, generasi ketiga, putra beliau yang seibu yaitu I Gusti Ayu Diah Wwesukia. Putra tertua ( bernama ) I Gusti Gede Tianyar, yang selanjutnya berdiam dan memiliki keturunan di Kebon Culik, putra kedua ( juga ) laki-laki bernama I Gusti Made Tianyar, yang kemudian tinggal dan berkembang di Sukangeneb Toya Anyar. Putra yang bungsu I Gusti Nyoman Tianyar, beliau ( yang ) lahir di Desa Pamuhugan, tidak berbeda seperti leluhur beliau dahulu, janin itu selamat dalam rahim ibunya yang sangat setia kepada suaminya, berkat anugerah beliau sang raja penguasa di Gelgel, ketiganya itu diijinkan kembali ke Toya Anyar.
Sekarang kembali diceritakan I Gusti Ngurah Kaler, mempunyai empat orang putra dari seorang ibu lahir dari I Gusti Ayu Diah Lor, putra tertua bernama I Gusti Gede Kaler, pindah menuju desa Antiga, berdiam di sana dan mengembangkan keturunan, putra kedua I Gusti Made Kekeran, pindah menuju Desa Kubu, berkembang di sana. Putra ketiga I Gusti Nyoman Jambeng Campara, pindah ke Desa Sukadana Tigaron, menetap dan mengembangkan keturunan di sana. Adapun yang bungsu I Gusti Ketut Kaler Ubuh, lahir di Tanggawisia, beliau dijuluki Ubuh, karena ayahnya meninggal pada saat masih dalam kandungan ibunya Sang Diah yang setia terhadap suami, akhirnya tinggal dan mengembangkan keturunan di Tanggawisia, dihentikan penuturannya sebentar. Cerita kembali lagi, pada I Gusti Gede Pulaki, diambil anaknya I Gusti Bendesa Pulaki, dikawinkan menjadi istri bernama I Gusti Luh Mas. Selanjutnya I Gusti Ngurah Pegametan, beliau tinggal di desa Pegametan. Adapun saudara beliau I Gusti Gede Pulaki, tinggal di desa Pulaki, putra beliau laki-laki, terlanjur sudah, beliau meninggal. Sedih hatinya I Gusti Gede Pulaki.
Diceritakan sekarang Batara Nirartha, adik dari Mpu Angsoka, putra dari Hyang Danghyang Asmaranatha, beliau menemukan kemurahan batin, datang di Bali, menaiki buah labu (waluh kele), dan sampan yang bocor, mendarat di tepi pantai Purancak, mampir di pondok I Gusti Gede Pulaki, beserta putra beliau semua. Ada putra Batara Nirartha, laki perempuan lahir dari golongan Brahmana Keturunan Daha, yang sulung sangat cantik dan parasnya menawan, tidak ada yang menyamai di dunia, harum semerbak baunya. Adiknya bernama Pedanda Kemenuh, lagi pula ada saudara beliau seorang perempuan, menikah dengan Mpu Astamala beliau dari Aliran Budha
Ada pula anak beliau yang lahir dari putri Brahmana dari Pasuruhan, empat orang laki-laki, tertua Pedanda Kulwan, Pedanda Lor, Pedanda Ler. Ada lagi putra dari Pedanda Batara Nirartha, laki perempuan, ibunya dari golongan Kesatria saudara dari Dalem Keniten Blambangan, bernama Patni Keniten. Istri Pedanda Rai, pendeta perempuan tidak bersuami, Pedanda Telaga, Pedanda Keniten.
Kembali lagi pada cerita, Batara Nirartha, berada di pondok I Gusti Gede Pulaki, disambut dan diterima oleh I Gusti Gede Pulaki, beliau berucap "Aum-aum hamba sangat bahagia atas kedatangan sang pendeta, apa tujuan tuan pendeta, katakan yang sebenarnya", Danghyang Nirartha menjawab, "Aum Ngurah Gede Pulaki, tujuan saya datang padamu, maksud saya untuk menyembunyikan putraku sekarang, takut saya jika ia datang di kerajaan menghadap pada raja, karena harum semerbak bau tubuhnya, juga sangat cantik paras mukanya, maksud saya sekarang untuk menyatukan kembali ke alam sepi (alam gaib), I Gusti Gede Pulaki menyetujui dan berkenan mengantar, seraya memohon ikut ke alam gaib ia bersedih dan berduka karena terputus keturunannya, tidak ada lagi putranya, diam ( lah ) Batara Nirartha, memikirkan perasaan hati I Gusti Gede Pulaki. Maka bersabdalah Batara Nirartha, sabdanya, "Duhai Ngurah Pulaki, apa sebabnya demikian, menjadi sangat sedih perasaan hatimu, janganlah engkau demikian". Bersikeras I Gusti Gede Pulaki, memohon restu, agar ia mengiringkan menuju alam gaib. Dengan demikian dikabulkan semua perkataan I Gusti Gede Pulaki, bersama putra beliau, beserta semua prajuritnya mengiringkan putra beliau (Batara Nirartha) tidaklah nampak lagi di alam nyata oleh semua orang.
Diceritakan sekarang berhubung dipenuhinya permintaan I Gusti Ngurah Pulaki, senanglah hati beliau, maka menyiapkan prajurit, kemudian disuruh membuat upacara selamat, di Pura Dalem, lengkap dengan sanggar cucuk, masing-masing pasukannya disuruh untuk memasang di pintu masing-masing, pada had Kamis Kliwon, lengkap dengan sesajennya. Dengan sekuat tenaga Batara Nirartha, melakukan yoga smertti, terhadap Batara Berawa, beserta penghormatan dan permohonan, kemudian dianugerahi beliau oleh Batara sarana untuk tidak tampak di alam ini, oleh semua orang.
Segera setelah itu ada terlihat tabung bambu kuning bergelayutan, tanpa gantungan, dari dalam sebuah tempat pemujaan di kahyangan ( pura ), tidak lama kemudian keluar baju loreng, dari lubang tabung bambu kuning tersebut. Segera diambil baju itu oleh semua orang. Demikian pula I Gusti Ngurah Pulaki, sama-sama disuruh mengenakan pakaian itu, masing-masing sebuah, di sana orang-orang itu semua dan I Gusti Ngurah Pulaki, segera berubah wujud, menjadi harimau, desa tempat tinggal itu, hilang tidak tampak di alam ini. Adapun putra beliau Batara Nirartha, secara gaib menyatu di alam tidak tampak, berdiam di Mlanting, di puja oleh orang yang tidak kelihatan (samar), sampai sekarang.
Cerita kembali lagi, waktu I Gusti Ngurah Pulaki, memohon berubah wujud menyatu dalam alam tidak tampak mengikuti Batara di Mlanting, I Gusti Ngurah Pegametan, sedang tidak ada di rumah, beliau pergi mengunjungi Bendesa Kelab, yang berada di Jembrana. Beberapa hari berada di sana, kembali pulang dia ke Pulaki, bersama semua pengiringnya, tidak diceriterakan dalam perjalanan, segera sampai di perbatasan desa, kaget perasaannya I Gusti Ngurah Pegametan, karena tidak seperti sedia kala, bingung perasaan I Gusti Ngurah Pegametan ………………….
"Wahai saudaraku, apa sebabnya tidak tampak olehku penduduk desa itu, tidak seperti sedia kala tempat tinggal desaku saat ini ".
Kemudian terdengarlah suara-suara binatang bercampur dengan suara harimau, mengaum ribut tiada tara. Terkejut perasaan I Gusti Ngurah Pegametan, tidak kepalang tanggung hati I Gusti Ngurah Pegametan, ingin mengadu keberaniannya, beliau marah dan mengumpat-umpat, ujarnya " Hai engkau harimau semua, tampakkanlah wujudmu, hadapi keberanianku sekarang.
Segera I Gusti Ngurah Pegametan melangkah, tidak kelihatan yang bersuara gemuruh itu, kemudian beliau berjalan hendak meninjau Toya Anyar. Berjalan beliau bersama prajurit, sampai tiba di Rajatama, perjalanannya diikuti oleh wujud yang maya itu, sekilas tampak berupa harimau, semua pengikut itu perasaannya menjadi takut, semakin mendekat harimau itu, perilakunya seperti orang menghormat, menunduk pada I Gusti Ngurah Pegametan, kemudian mengumpat serta menghunus keris. Jadi hilang rupa bayangan itu, segeralah beliau melanjutkan perjalanan. Tidak diceritakan desa yang telah dilewati, orang-orang yang mengiringinya, diceritakan sekarang telah sampai di desa Wana Wangi, banyak pengiring itu berlarian teringat para pengiring yang hilang sebanyak lima puluh orang, karena jurangnya menyulitkan berbahaya dan terjal diliputi oleh gelap, tidak terlihat keberadaan di dalam hutan.
Tidak terpikir oleh I Gusti Ngurah Pegametan, tidak menghiraukan lembah terjal perjalanan beliau, segera sampai di Samirenteng. Menuju ke timur perjalanan beliau, sampailah beliau di hutan sekitar Sukangeneb Toya Anyar. Beristirahatlah beliau di sana, dihitung prajuritnya, dulu diiringi oleh dua ratus prajurit, telah hilang tersesat lima puluh orang, sekarang pengiringnya tinggal seratus lima puluh orang, itulah sebabnya ( tempat itu ), bernama Desa Karobelahan sampai sekarang.
Adapun lima puluh orang pengikut yang tersesat, dikumpulkan bertempat di Bengkala. Adapun beliau I Gusti Ngurah Pegametan, beserta pengikut menuju keluarganya di Sukangeneb Toya Anyar. Tidak diceritakan sekarang untuk sementara.
Cerita kembali lagi, sekarang diceritakan beliau Arya Gajah Para, setelah lama beliau berada di Sukangeneb, Toya Anyar. Karena masa tuanya, pada saatnya akan dijemput oleh Kala Mrtyu ( Kematian ), sudah tampak tanda-tanda kematiannya. Sudah diyakini oleh beliau, tidak boleh tidak beliau pasti akan meninggal.
Ada pesan beliau terhadap cucunya, yang bernama I Gusti Ngurah Kaler, katanya " Wahai cucuku Ngurah Kaler, apabila nanti saya meninggal buatkan panggung jasadku, di sana di puncak gunung Mangun, satu bulan tujuh hari (42 hari), dihias dengan bunga-bunga, dan diiringi dengan tabuh dan tari-tarian, karena ibuku dulu bidadari". Demikian pesan beliau Arya Gajah Para terhadap cucunya I Gusti Ngurah Kaler, cucu beliau mematuhi, tidak berani menolak pesan kakeknya.
Tidak diceritakan lagi telah tiba saatnya maka wafatlah beliau Arya Gajah Para. Adapun cucu beliau yang bernama I Gusti Ngurah Tianyar, tidak mengetahui wasiat tersebut, karena ( pada saat itu ) beliau tidak berada di rumah, beliau pergi ke Gelgel, menghadap pada Sri Maharaja, bersama-sama dengan I Gusti Ngurah Pegametan, sama-sama berada di Gelgel.
Tidak diceritakan lagi, setibanya kembali I Gusti Ngurah Tianyar, beserta saudaranya, dijumpai orang-orang di pun, semua menyongsong I Gusti Ngurah Tianyar, memberitahukan tentang wafatnya Arya Gajah Para. Kaget dan terhenyak hati yang baru tiba, berpikir-pikir tentang wafatnya, segera datang I Gusti Ngurah Kaler, diberitahukan ada pesan beliau (Arya Gajah Para), bahwa disuruh untuk membuatkan panggung jasad beliau di puncak gunung Mangun. Demikian perkataan beliau I Gusti Ngurah Kaler terhadap kakaknya. Diam I Gusti Ngurah Tianyar, berpikir-pikir beliau. Tidak disetujui semua ucapan yang disampaikan I Gusti Ngurah Kaler, bersikeras pula I Gusti Ngurah Tianyar, menyuruh semua rakyat, untuk membantu bersama-sama mengerjakan bade ( tempat usungan mayat ) bertumpang sembilan, pancaksahe, taman agung cakranti tatrawangen, beserta segala upakara ngaben seperti lazimnya orang-orang berwibawa bernama anyawa wedhana, harapan beliau agar segera jasad leluhurnya dikremasi. Karena hari baik sudah dekat, itu sebabnya masyarakat itu beserta tamu semua segera membantu bekerja baik laki maupun perempuan, membuat upakara ngaben (pitra yadnya).
Diceritakan sekarang I Gusti Ngurah Kaler, kembali ingat dengan wasiat pesan leluhurnya dahulu, tidak berani menolak setia pada perintah, semakin khawatir I Gusti Ngurah Kaler terhadap kakaknya I Gusti Ngurah Tianyar. Diceritakan I Gusti Ngurah Tianyar, menyuruh rakyat beliau memulai mengerjakan terhadap upacara pengabenan, setelah beliau tentukan, saat pelaksanaannya, tidak diceritakan upacara tersebut. Tersebutlah sekarang I Gusti Ngurah Kaler, semakin besar dendam hatinya, banyak alasannya, marah, terhadap I Gusti Ngurah Tianyar. Itu Sebabnya I Gusti Ngurah tidak ingat terhadap kakaknya, terikat oleh kesetiaan beliau, yakin terhadap kebenaran ucapan wasiat leluhur beliau, perasaan hatinya yang marah tidak dapat dikendalikan, segera kakaknya ditantang berperang, marah I Gusti Ngurah Tianyar, memuncak kemarahannya, sama-sama tidak mau surut kejantanannya, sebagai seorang kesatria untuk mendapatkan kemashuran di ujung senjata utama, lagi pula prajurit sama-sama prajurit, semua setia membela kehendak tuannya, sama-sama beringas, saling parang memarang, terus menerjang berbenturan. Lagi pula peperangan beliau I Gusti Ngurah Tianyar, dengan I Gusti Ngurah Kaler, sama-sama gagah berani, sangat hebat peperangan itu, bagaikan perang kelompok raksasa, banyak rakyat hancur menjadi korban, darah bercucuran, dan mayat para prajurit menggunung, itu sebabnya diberi nama Tukad Luwah sampai sekarang. Adapun peperangan I Gusti Ngurah Kaler, dengan I Gusti Ngurah Tianyar, sama-sama tidak berkurang keberaniannya, sama-sama saling menikam. I Gusti Ngurah Kaler menikam dengan keris Si Tan Pasirik, tembus dada I Gusti Ngurah Tianyar, membalaslah ia menikam dengan keris " I Baru Pangesan ", sekejap sama-sama meninggal beliau berdua.
Kemudian datang I Gusti Abyan Tubuh, bersama I Gusti Pagatepan, yang merupakan utusan dari Sri Raja penguasa di suruh untuk melerai pertikaian mereka berdua. Agar tidak terjadi perkelahian, karena dia bersaudara, sekarang keduanya ditemukan telah meninggal, terhenyak I Gusti Abyan Tubuh, demikian pula I Gusti Pagatepan, memikirkan tentang kematiannya berdua, juga tentang ketidakberhasilan tugasnya, diutus oleh Sri Raja penguasa. Beliau segera kembali untuk menghadap Baginda Raja, tidak diceritakan perjalanannya I Gusti Abyan Tubuh, beserta I Gusti Pagatepan, tibalah mereka di Sweca Negara (Gelgel), segera mereka menghadap sang raja memberitahukan tentang meninggalnya mereka berdua karena berkelahi katanya. " Baiklah paduka Sri Prameswara, tidak membuahkan hasil yang baik tugas yang hamba emban dari paduka, hamba temukan keduanya telah meninggal. Melongo gundah hati sang raja, berpikir-pikir beliau, bahwa sungguh merupakan takdir Yang Maha Esa.
Sekarang diceritakan, putra I Gusti Ngurah Kaler, dan I Gusti Ngurah Tianyar, keturunannya sama-sama pria. Adapun putra I Gusti Ngurah Tianyar, yang sulung bernama I Gusti Gede Tianyar, adiknya bernama I Gusti Made Tianyar, yang bungsu bernama I Gusti Nyoman Tianyar, lahir di desa Pamuhugan, semua bijaksana, paham dengan segala ilmu pengetahuan. Diceritakan pula putra I Gusti Ngurah Kaler, empat orang laki-laki, yang tertua I Gusti Gede Kaler seperti nama ayahnya. Adiknya bernama I Gusti Made Kekeran, yang muda bernama I Gusti Nyoman Jambeng Campara, yang bungsu I Gusti Ketut Kaler Ubuh, lahir di Tanggawisia, karena di antara dua orang yang meninggal ( ayahnya ) sama-sama meninggalkan isterinya yang sedang hamil, itu sebabnya tidak ada yang melakukan satya, "menceburkan diri dalam api pembakaran mayat " kemudian setelah sama-sama kandungan mencapai usianya, pada saatnya lahirlah bayi itu sama-sama pria, ada di Desa Pamuhugan di Tanggawisia, hentikan ceritanya sebentar.
Sekarang diceritakan, tentang beliau Batara Sakti Manuaba, putra dari Batara Ler, ibunya dari I Gusti Dawuh Baleagung, dengan gelar Batara Buruwan, berhasil menjadi pendeta besar, mendapatkan tingkat kemuliaan yang tinggi, tidak ada yang menyamai tentang kependetaan beliau, bertempat di Manuaba. Banyak brahmana ikut tinggal di sana. Beliau mendengar tentang pertikaian I Gusti Ngurah Tianyar dan I Gusti Ngurah Kaler, yang sama-sama meninggal, beserta rakyatnya yang mati tidak terhitung jumlahnya. Menjadi kasihan beliau Batara Sakti Manuaba. Tujuan beliau datang untuk mengetahui keadaan sesungguhnya kedua orang yang bertikai tersebut. Tidak diceritakan perjalanan beliau sang Resi sakti. Tidak beberapa lama tiba beliau di Sukangeneb, Toya Anyar. Dijumpai saudara I Gusti Ngurah Kaler, perempuan seorang, berpengetahuan dan rupawan, bernama I Gusti Ayu Tianyar.
Disarankan oleh beliau sang raja penguasa, agar beliau melamar (meminang ), dikawinkan dijadikan istri sang Resi Wisesa. Tidak diceritakan beliau.
Ada anak lahir dari I Gusti Ayu Tianyar, laki-laki tiga orang, yang sulung bernama Ida Wayahan Tianyar, adiknya bernama Ida Nyoman Tianyar, yang bungsu bernama Ida Ketut Tianyar, bagaikan dewa Brahma, Wisnu, Çiwa kecerdasannya.
Cerita kembali lagi, diceritakan istri I Gusti Ngurah Tianyar, dan istri I Gusti Ngurah Kaler, mereka berdua sangat sedih, hatinya sangat duka, menyebabkan mereka meninggalkan puri. Bersama putra beliau yang masih bayi, diikuti oleh dua ratus orang pengikut, tujuannya untuk datang menghadap Sri raja, yang berada di Sweca pura (Gelgel). Adapun I Gusti Diah Lor, pergi meninggalkan rumahnya, bersama putranya, diiringkan oleh pengikut sebanyak dua ratus orang menuju Desa Tanggawisia, tidak diceritakan perjalanan beliau.
Adapun I Gusti Ayu Wwesukia, datang menghadap ke Gelgel, menghadap raja mohon belas kasihan dari beliau Dalem, dengan sopan dan hormat, terhenyak hati Dalem, melihat penderitaan I Gusti Diah Wwesukia, kemudian bersabdalah beliau. "Wahai engkau Wwesukia, aku paham dengan kesedihan yang menimpamu. Sekarang tabahkan hati dalam suka duka, karena sudah menjadi nasib, jangan engkau terlalu bersedih ingatlah akan kesetiaan sebagai seorang istri, jangan gundah, menyesali karma, aku berikan engkau tempat tinggal, beserta rakyat yang banyak yang akan menyertaimu, di sana di Desa Pamuhugan", demikian sabda Dalem. Senang hati I Gusti Diah Wwesukia, bagaikan disiram dengan air kehidupan, hatinya sangat senang, terdorong kesetiaannya sebagai seorang istri, lagi pula sabda beliau Dalem bagaikan sungai Gangga yang membasuh perasaan ternoda.
Diceritakan sekarang I Gusti Diah Wwesukia, memohon diri pada Dalem, bersama sama dengan pengikutnya, menuju desa Pamuhugan, beserta putra beliau yang bernama I Gusti Nyoman Tianyar, tinggal di Desa Pamuhugan, mereka menyiapkan dan menyuruh untuk segera bekerja, karena banyaknya pengikut, puri cepat terwujud, sampai di sana diceritakan.
Diceritakan sekarang I Gusti Diah Lor, setibanya di Tanggawisia, bersama dengan putra beliau yang bernama I Gusti Ketut Kaler Ubuh, diikuti oleh rakyat sebanyak dua ratus orang, juga ikut tinggal di sana, mengembangkan keturunannya, di Desa Tanggawisia wilayah Buleleng, sampai sekarang. Cerita kembali lagi, diceritakan sekarang yang berada di Sukangeneb, Toya Anyar, itu sudah dewasa, putra I Gusti Ngurah berdua, yang gugur dalam peperangan, Semuanya bernama I Gusti Gede Tianyar, I Gusti Made Tianyar, adapun I Gusti Gede Tianyar, menghadap pada Sri Raja penguasa di Sweca negara (Gelgel), menyampaikan tentang penderitaannya berada di Sukangeneb, Toya Anyar, lemah bagaikan diiris hatinya. Bersabda sang raja, menyuruh untuk berpindah tempat, tidak menolak perintah, I Gusti Gede Tianyar, kemudian mohon pamit pada beliau Dalem, berpindah ke Desa Kebon Dungus, tinggal beliau di sana, mengembangkan keturunan sampai sekarang. Adapun I Gusti Made Tianyar, tinggallah beliau di Sukangeneb, Toya Anyar, mengembangkan keturunan di sana sampai kemudian.
Selanjutnya diceritakan putra I Gusti Ngurah Kaler, I Gusti Gede Kaler Putra yang sulung, I Gusti Ngurah Tianyar Pohajeng pindah, berjodoh di desa Blungbang Antiga, Adiknya I Gusti Made Kekeran, berpindah ke Kubu, yang ketiga I Gusti Nyoman Jambeng Campara, segera pindah ke Desa Sukadana Tigaron, telah diceritakan dahulu semuanya mengembangkan keturunan, cerita selesai.
Diceritakan kembali, Batara Sakti Manuaba, putranya yang lahir dari I Gusti Ayu Tianyar yang sulung Ida Wayahan Tianyar, Ida Nyoman Tianyar, Ida Ketut Tianyar, sekarang sudah selesai didiksa (ditasbih) menjadi pendeta Siwa, dilantik oleh Batara Sakti Abah, karena beliau itu adalah saudara lain ibu, beliau mencapai puncak kemuliaan. Setelah selesai dilantik oleh pendeta mahasakti, ( putra ) sulung bergelar Batara Wayahan Tianyar, adiknya bernama Batara Nyoman Tianyar, yang bungsu Batara Ketut Tianyar, sama-sama menemukan puncak kemuliaan, lagi pula mereka bertiga dianugerahi keterampilan, Batara Wayan Tianyar, beliau diberi pangrupak ( alat tulis pada daun lontar ), Batara Nyoman Tianyar diberi pustaka, Batara Ketut Tianyar dianugerahi ilmu panah, semua sama-sama dipahami, pemberian guru pendidiknya, cerita selesai.
Selanjutnya diuraikan, yang bernama Gusti Ngurah Batu Lepang, di Batwan desa beliau, angkara murka dan dengki melihat asrama di Manuaba, sangat indah dan makmur, keberadaan Asrama Manuaba, semua brahmana yang berada di asrama itu, tidak urung diobrakabrik, oleh Si Ngurah Batu Lepang, oleh karena Batara Sakti Manuaba telah berpulang ke Surga.
Tetapi Batara Sakti Abah yang ditakuti oleh Si Ngurah Batu Lepang, sedang tidak berada di asrama, sedang bepergian ke Banjar Ambengan. Segera Si Ngurah Batu Lepang menyiapkan pasukan, lengkap dengan senjata, ingin menggerebeg Asrama Manuaba. Bergemuruh sorak para prajurit. Adapun Pedanda Teges menjadi takut, gemetar, memohon ampun pada Si Ngurah Batu Lepang, adapun para brahmana semua sama-sama untuk bertahan, sangat pemberani dan melawan, seperti perang antara dewa melawan raksasa, mundur berlari pasukan Si Ngurah Batu Lepang, dihancurkan, lain lagi ada yang mati. Si Ngurah Batu Lepang menjadi marah, maju dengan rakyat yang berlimpah, dikurung asrama tersebut. Adapun kaum brahmana, sama-sama tidak ada yang mundur, karena jumlahnya sedikit bergantian dipukul oleh lawan, tidak lama kalah asrama itu, hancur semuanya, banyak yang meninggal dan yang lainnya hancur, yang lainnya ada yang menjauh laki perempuan menuju desa tidak henti-hentinya menangis.
Adapun Ida Wayahan Tianyar, Ida Nyoman Tianyar, Ida Ketut Tianyar baru tanggal gigi pada waktu itu, perjalanannya menuju ke timur tiba di Bukit Bangli, di pertapaan Pedanda Bajangan. Tersebar berita I Gusti Dawuh Baleagung, mendengar kabar, di Gelgel, dicari tiga bersaudara yang berada di Bangli, karena masih ada hubungan cucu, tidak habis kalau diceritakan, datanglah beliau di Bukit Bangli, beliau menghadap Pedanda Bajangan, meminta ketiga cucu beliau, Ida Wayahan Tianyar, Ida Nyoman Tianyar, Ida Ketut Tianyar, semua senang. Memohon pamit pada Pedanda Sakti Bajangan. Tidak diceritakan dalam perjalanan, telah tiba di Gelgel, didengar oleh raja, bahwa Ida Wayan Tianyar datang, bersama semua saudaranya, diutuslah I Dewa Wayahan Tianyar ke istana, menghadap pada Dalem, disambut dengan lirikan yang manis, dan ucapan yang simpatik, ujar beliau. Duhai Ida Wayan Tianyar, masuklah ke teras, mari duduk mendekat, katakanlah sekarang tentang kesedihanmu.
Kemudian berkatalah Ida Wayan Tianyar, sebabnya asrama/pertapaannya hancur diserbu karena keangkuhan Si Ngurah Batu Lepang, diserang hancur beserta penghuninya, banyak meninggal yang ada di pertapaan, bersabdalah sang raja. Kata beliau, Duhai jika demikian, Si Ngurah Batu Lepang, " Hai semoga ia tidak berlanjut menemukan kewibawaan, karena ia perusak pendeta, menemukan kesengsaraan ( karena ) membunuh brahmana ". Demikian kutukan beliau sang raja , terhadap si Ngurah Batu Lepang.
Demikian pula Pedanda Sakti Abah melepaskan kutukan seperti senjata Bajra beracun ke luar dari mulut beliau, demikian umpat kutukannya. ''Sekarang Ida Wayan Tianyar beserta dua saudaranya, janganlah ragu-ragu dalam hati, saya memberikanmu tempat, ada keluargamu di Pamuhugan, Kyai Nyoman Tianyar nama beliau, juga aku akan memberikan pengiring, dua ratus orang beserta keris warisan dari ibumu, bernama Ki Tan Pasirik, dibawa oleh Kyayi Nyoman Tianyar, ini keris Si Baru Pangesan saya berikan kepadamu", Ida Wayan Tianyar menurut, demikian pula Ida Nyoman Tianyar, Ida Ketut Tianyar. Cerita sampai di sini dulu.
Tidak diceritakan Pedanda Teges setelah kalah/hancurnya Pertapaan Manuaba, kemudian dijarah semua isi pertapaan. Adapun Pedanda Sakti Abah, mendengar tentang kehancuran pertapaan, dirusak oleh Si Ngurah Batu Lepang, beliau marah dan mengutuk. "Jah tasmat (semoga hancur) Si Ngurah Batu Lepang dia sangat tidak berperasaan, congkak dan garang kepada kami brahmana, biadab membunuh brahmana pendeta, semoga dia tidak berlanjut menemukan kewibawaan, lagi pula terbenam dalam Yamaniloka (sengsara) pada bersumpah untuk Si Teges, jangan engkau saling mengambil (dalam perkawinan), dan menjalin kekeluargaan dengan keturunan Si Teges". Didukung oleh semua keluarga beliau.
Diceritakan Pedanda Sakti Abah lama berada di Pertapaan Pedanda Sakti Bajangan, di sana di Bukit Bangli, Pada suatu ketika, akhirnya menginjak dewasa ketiga adiknya, sudah wajar diupacarai, diberi penyucian (padiksan), oleh Pedanda Sakti Abah, sekarang berganti nama yang sulung Pedanda Wayan Tianyar, Pedanda Nyoman Tianyar, Pedanda Ketut Tianyar.
Adapun Pedanda Wayan Tianyar, kawin dengan seorang putri dari Kekeran, Pedanda Nyoman Tianyar beristrikan dari Intaran Badung, Pedanda Ketut Tianyar dari Blaluwan isterinya. Adapun Pedanda Sakti Abah, beliau pindah pertapaan ke Banjar Ambengan, selanjutnya bergelar Pedanda Lering Gunung. Selesai diceriterakan.
Kembali lagi diceritakan Si Ngurah Batu Lepang, setelah beberapa lamanya, menghancurkan pertapaan itu, lalu terbukti kutuk brahmana itu mengena, kegusaran, gundah gulana bercampur ( menyebabkan ) kesusahan hati, akhirnya menentang terhadap Sri raja, marahlah baginda raja, diperintahkan untuk mengangkat senjata, Sri raja hendak menghancurkan Si Ngurah Batu Lepang, karena kemarahan sang raja, maka berembug dengan keluarganya semua, perintah Si Ngurah Batu Lepang, "Terlebih dahulu gempur raja pada malam hari, agar meninggal" maka didukung oleh keluarganya semua, perintah Si Batu Lepang pula, menyuruh untuk membunuh semua keluarga dan isterinya, agar tak ada lagi yang diingat-ingat di rumah, sampai di sana diceritakan.
Diceritakan sang raja, para punggawa diperintahkan, untuk menghancurkan Si Ngurah Batu Lepang, semua keluarga sampai anak isterinya. Semua prajurit itu ribut mengangkat senjata, banyak tak terhitung, penuh menyebar ke mana-mana tak putus-putusnya dan para menteri sang raja, siap untuk menyerbu rumah Si Ngurah Batu Lepang, diserang bersama. Bingung Si Ngurah Batu Lepang, kehilangan akal, hingar bingar prajurit itu, saling berbenturan mendesak bergulat mengincar keadaan perang itu, meraba-raba tidak tahu dengan temannya, karena diliputi oleh gelap, itu sebabnya sama-sama menyalakan obor.
Sekarang kembali mengejar ke arah timur Si Ngurah Batu Lepang, mundur rakyatnya Si Ngurah Batu Lepang, karena banyak yang mati dan menderita, kemudian mengamuk Si Ngurah Batu Lepang, tidak dapat menahan hati, memarang, tombak-menombak menusuk kiri kanan, oleh karena gelap gulita.
Kemudian Si Ngurah Batu Lepang terhalang tidak melihat jalan, tidak tahu apa yang harus diperbuatnya, karena banyak rakyatnya yang gugur, sisa dari yang gugur semua lari menuju rumah masing-masing. Bingung hati Si Ngurah Batu Lepang, masuklah ia ke rumah tempat mesiu, di sana dikejar diburu Si Ngurah Batu Lepang, dikelilingi oleh banyak prajurit, adapun belas kasihan perlakuan prajurit dan menteri semuanya, tak diijinkan membunuhnya dengan mengikat dan menyiksa. Sadar Si Ngurah Batu Lepang, bahwa dirinya akan dibunuh dengan siksaan oleh musuh, kemudian didekatilah bungkusan mesiu itu, kemudian dibakar, segera menyala menjulang tinggi sampai ke angkasa, Si Ngurah Batu Lepang pun segera meninggal, hangus beserta prajuritnya, demikian akibat kutuk brahmana, karena (dulu ) membunuh brahmana tidak berdosa, saat kematiannya lama menemukan hina sengsara.
Sekarang kembali diceritakan putra Batara Sakti Manuaba bagaimana keutamaannya yang bernama Bajangan, mempunyai tiga orang putra laki-laki, yang sulung bernama Pedanda Bajangan, Pedanda Taman, dan Pedanda Abyan. Pedanda Bajangan mendirikan pertapaan di Bukit Bangli, beliau berputra seorang bernama Pedanda Tajung. Adapun Pedanda Taman, mendirikan pertapaan di Sidhawa, putra beliau bernama Pedanda Manggis. Juga Pedanda Abyan, mencari pertapaan di Tagatawang, mempunyai dua orang putra laki-laki, disebut Pedanda Buringkit, Pedanda Made Tubuh. Adapun istri Batara Abah, berputra seorang laki-laki, disebut Pedanda Abah, beliau bertempat di Bajing, pemberian dari Sri Raja penguasa. Berputra empat orang laki-laki, yang sulung bernama Pedanda Kelingan, Pedanda Gunung, Pedanda Tamu, Pedanda Abah.
Adapun istri Batara yang bernama I Gusti Ayu Tianyar, keturunannya tiga orang laki-laki, yang tertua bernama Pedanda Wayan Tianyar, Pedanda Nyoman Tianyar, Pedanda Ketut Tianyar. Beliau merupakan Bagawanta Arya Dawuh, di Desa Singharsa (Sidemen). Adapun Pedanda Wayan Tianyar, memiliki dua orang istri, keturunan Arya Kekeran seorang, berasal dari Jasi seorang, ada putra lahir dari Kekeran, seorang laki-laki bernama Pedanda Kekeran, mempunyai seorang adik perempuan, bernama Laksmi Sisingharsa, lagi pula putra beliau yang lahir dari keturunan Jasi, bernama Pedanda Tianyar, seperti nama ayahnya, adiknya perempuan bernama Pasuruhan.
Beliau Pedanda Wayan Tianyar, yang memiliki dua orang istri, seorang dari Intaran, dari Blaluwan seorang, keturunan yang lahir dari ibu Intaran, Pedanda Wayan Intaran, Pedanda Made Intaran. Keturunan dari Blaluwan, seorang perempuan disunting oleh Pedanda Wayan Kekeran. Pedanda Ketut Tianyar, beristrikan Ngurah Sukahet, berputra tiga orang laki-laki, yang sulung bernama Pedanda Sukahet, Pedanda Made Wangseyan, dan Pedanda Ketut Wanasari.
Adapun istri Batara yang bernama Kutuh, mempunyai seorang putra laki-laki, bernama Pedanda Kutuh, kawin dengan perempuan dari Karangasern, memiliki empat orang putra laki-laki, Pedanda Wayan Karang, Pedanda Made Karang, Pedanda Nyoman Karang, dan Pedanda Ketut Karang.
Adapun Istri Batara yang berasal dari Sambawa, berputra seorang laki-laki, bernama Ida Raden, kemudian beliau berputra bernama Ida Panji, beliau sudah tercatat.
Diceritakan kembali, I Gusti Nyoman Tianyar, yang berada di Pamuhugan, melahirkan keturunan lima orang anak laki-laki, tertua I Gusti Ngurah Sangging, adiknya I Gusti Made Sukangeneb, I Gusti Nyoman Tianyar, I Gusti Ngurah Diratha, yang bungsu I Gusti Ngurah Intaran.
Pada akhirnya seperti mendapat petunjuk dari leluhur, habis semua isi rumah beliau, hutan ( ladang ) sawah, ada yang digadaikan, ada yang dijual, ke desa lain, oleh karena menuruti hawa nafsu, I Gusti Nyoman Tianyar menjadi tidak henti-hentinya bingung pikirannya, menjadi kasihan setiap ia melihat anak-anaknya yang masih kecil.
Kemudian di dengar oleh Batara Wayan Tianyar kasihan terhadap kesusahan I Gusti Nyoman Tianyar, maka beliau pergi menuju Desa Pamuhugan. Maka disuruhnya I Gusti Nyoman Tianyar, mengambil warisannya dahulu berupa sebidang tanah, yang berada di Sukangeneb.
Berkata I Gusti Nyoman Tianyar, Ucapnya. "Jika demikian saya tidak mau kembali ke Sukangeneb Toya Anyar". Berpikir-pikir Batara Wayan Tianyar, tentang kehancurannya di sana, terketuk hatinya sangat kasihan melihat keluarga beliau I Gusti Nyoman Tianyar" Wahai keluargaku semua, jangan anda di sini, mari bersama-samaku di Singarsa, saya memberi anda tempat, sebab kami tak bisa berpisah dengan anda".
Diceritakan sekarang I Gusti Nyoman Tianyar semua mengikuti Batara Wayan Tianyar, berbondong-bondong bersama anak isterinya, tidak diceritakan dalam perjalanan tiba di Singharsa, I Gusti Nyoman Tianyar disuruh membangun rumah di Abyan Sekeha, wilayah Dusun Ulah yang disebut Malayu, dijadikan pengawal pendamping dari asrama Batara di kota Singharsa.
Adapun putra beliau Batara Wayan Tianyar, yang bernama Batara Wayan Kekeran, pindah asrama ke Pidada, kawin dengan putra Batara Nyoman Tianyar, menjadi istri beliau, mempunyai dua orang putra, yang tua bernama Pedanda Nyoman Pidada, adiknya bernama Pedanda Ketut Pidada, sama-sama mencapai keutamaan. Pedanda Nyoman Pidada, pindah asrama menuju ke Pangajaran, Pedanda Ketut Pidada pindah pertapaan ke Sinduwati, sama-sama mempunyai keturunan. Kembali diceritakan Pedanda Wayahan Kekeran, yang berada di Pidada, memiliki seorang putra laki-laki lahir dari golongan bawah yang bernama Ni Jro Dangin, putra itu bernama Ida Wayan Dangin.
Sekarang diceritakan kembali Pedanda Wayan Intaran, berada di Gelgel, memiliki murid dari golongan Sulinggih empat orang. Adapun Pedanda Made Intaran, beliau berada di Toya Mumbul, beliau pindah dari Toya Mumbul, pindah menuju desa Duda, beliau menetap di sana, kawin dengan putra Pedanda Wayan Kekeran, berputra dua orang laki-laki bernama Pedanda Wayan Intaran, di Pendem. Pedanda Made Intaran. Adapun Pedanda Wayan Intaran memiliki anak dua orang, yang sulung bernama Pedanda Nyoman Intaran, Pedanda Ketut Intaran, mengembangkan keturunan di Pendem dan di Kediri Sasak. Adapun Pedanda Made Intaran, berputra dua orang laki-laki, yang sulung bernama Pedanda Nyoman Paguyangan, berasrama di Sindhu, Pedanda Ketut Tianyar di Pidada, ada keturunan beliau di Pasangkan berhasil dalam mengobati segala penyakit.
Diceritakan Pedanda Sukahet, memiliki dua orang istri, seorang putri dari Pedanda Wayan Kekeran, dari Banjar Kebon seorang, istri dari golongan Brahmana tersebut memiliki putra, namanya Pedanda Wayan Sukahet, (dan) Pedanda Made Sukahet, bertempat tinggal di Banjar Wangseyan, kemudian beliau pindah ke Wanasari, kemudian pindah lagi ke Pasedehan. Adapun putra beliau yang lahir dari istri yang berasal dari Banjar Kebon, bernama Ida Nyoman Banjar, keturunannya berada di Abyan Tubuh daerah Sasak. Adapun Pedanda Made Sukahet, memiliki putra laki-laki bernama Pedanda Sukahet, sedangkan Pedanda Wanasari, putranya bernama Pendeta Wayan Wanasari, beliau yang melahirkan keturunan yang berada di Sindhu daerah Sasak.
Cerita Kembali lagi, diceritakan putra beliau I Gusti Nyoman Tianyar, setelah waktu berselang lama, beliau yang memiliki lima orang anak kini telah tumbuh dewasa. Adapun I Gusti Ngurah Diratha, pindah rumah tinggal di Kubu Juntal, memiliki keturunan, di antaranya I Gusti Ngurah Bratha, kemudian berganti nama menjadi I Gusti Ngurah Bhujangga Ratha. Adiknya bernama I Gusti Ngurah Tianyar. pindah menuju Katawarah. menetap di sana. I Gusti Ngurah Cakrapatha, di Bhawana. Yang bungsu I Gusti Ngurah Gajah Para, di Kubu, mengembangkan keturunan yang berada di Tongtongan, Bubunan, Bondalem, Bakbakan, Antiga, Gamongan.
Adapun I Gusti Ngurah Intaran, mendirikan tempat tinggal di Banjar Getas Tianyar. Keturunannya ada tiga orang, I Gusti Ngurah Cadha, I Gusti Ngurah Cadha Sukangeneb, I Gusti Ngurah Bhojasem yang memiliki keturunan berada di Tista, semuanya memiliki keturunan. Adapun I Gusti Nyoman Tianyar, menjadi pengiring Pedanda Made Intaran, di Toya Mumbul, di sana menetap dan memiliki keturunan.
Adapun I Gusti Made Sukangeneb, berada di Singaraja, memiliki empat orang putra, yang sulung I Gusti Wayan Tianyar, pindah ke Badung. Adiknya bernama I Gusti Made Danti, pindah menuju Panghi. I Gusti Nyoman Tianyar pindah menuju Mataram di daerah Sasak, yang bungsu I Gusti Ketut Tianyar, menetap di Antiga.
Adapun I Gusti Ngurah Sangging, beliau masih menetap di Abyan Sekeha ikut dengan ayahnya. Kemudian beliau melakukan diksa, berganti nama menjadi I Gusti Wayan Tianyar.
Adapun I Gusti Ngurah Sangging, memiliki tiga orang anak. Putra tertua I Gusti Ngurah Subratha, adiknya I Gusti Ngurah Jathakumba pindah menuju Pangi, yang bungsu bernama I Gusti Ngurah Ketut Tianyar, pindah menuju Bajing, memiliki keturunan dua belas orang.
Adapun beliau I Gusti Ngurah Subratha, mulanya tinggal di Jumpungan, setelah didiksa kemudian pindah asrama ke Abyan Sekeha. Berganti nama menjadi I Gusti Wayan Tianyar Taman. Pindah asrama ke Sindu, menjadi pengikut Pedanda Ketut Pidada, pada waktu mendirikan asrama di Sindhu.
Adapula kolam peninggalan beliau di Patal, berupa tempat penyucian waktu di pertapaan, sangat kemilau dan menyenangkan di Patal, dihiasi dengan berbagai bunga, di tepi kolam tersebut, merupakan tempat bercengkrama Pedanda Ketut Pidada. Beliau juga mendirikan tempat pemujaan, tiga buah, sebuah untuk pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, ada (pula) titah beliau Pedanda Ketut Pidada terhadap I Gusti Wayan Tianyar Taman, Duhai anaku Wayan Tianyar, ini bangunan untuk memuja dewa, tiga buah. Ananda nantinya yang menjadi pemangku, kemudian saya juga berada di sana, dipersatukan dengan beliau Sang Hyang Siwa, jangan tidak disucikan, sampai nanti seterusnya, anda yang menjadi pemangku untuk keluarga saya, bagian yang sebelah utara diupacarai. Untuk semua keturunanmu, itu yang di sebelah selatan. Karena itu, jangan melupakan keturunan saya juga keturunanmu yang seterusnya dapat menemukan Surga (kebahagiaan). I Gusti Wayan Tianyar Taman mengiyakan, sampai ke lubuk hati, cerita disudahi.
Adapun I Gusti Wayan Tianyar Taman, beliau memulai menetap di Sinduwati, mengambil wanita menjadi isterinya dan keturunan Pulasari, memiliki putra seorang bernama I Gusti Gede Tianyar, kemudian beliau juga didiksa. Adapun I Gusti Gede Tianyar, berputra seorang laki-laki, tidak berbeda tingkah laku dengan leluhurnya, beliau juga didiksa, bernama I Gusti Gede Tianyar Sekar. Adapun I Gusti Gede Tianyar Sekar, memiliki tiga orang keturunan, I Gusti Gede Tianyar, I Gusti Made Tianyar Blahbatuh, adiknya I Gusti Made Tianyar Tkurenan, beliau pada akhirnya menjadi Rohaniwan.
Demikian perkembangan keturunan yang berada di Sinduwati, daerah Singharsa, lengkap dengan tempat pemujaan Dewa, bernama, Pura Puri Anyar Sukangeneb, diteruskan dari sejak dulu, masa kini dan masa yang akan datang. Cerita disudahi.
Ya Tuhan semoga selalu berhasil. Ini petunjuk/tingkah laku keturunan Manu, pesan beliau Batara Manu, agar ditaati oleh para keluarga dan keturunan, tentang lahirnya dari keturunan Manu. Jika petunjuk/kewajiban/ajaran ini sudah dikuasai, dapat menyebabkan kesembuhan/menghilangkan sengsara dalam diri, jika badan dapat dijaga dengan baik, atas perintah pikiran yang tak ternoda. Tidak tercoreng oleh noda-noda yang menyakitkan telinga, begitu pula nafsu dan tamak/loba, itu tujuannya untuk mendapatkan kesenangan yang besar, lebih-lebih keutamaan batin, kenali perbuatanmu masing-masing.
Singkatnya, ajaran/tuntunan perbuatan itu sungguh dipahami, dan dilaksanakan, jangan gegabah dengan segala perilaku, itu dapat menjagamu (agar) tidak menyimpang dari sifat-sifat manusia, oleh karena tahu akan penjelmaan. Tidak bercampur-baur dengan kaum Ekajati hendaklah dipilih yang pantas dijadikan sahabat, apa sebab demikian, karena engkau sungguh manusia yang baik, keturunan dari golongan Manu, hendaknya ingat dengan tugas masing-masing, lebih-lebih dalam melaksanakan aturan brata, utamakanlah kesetiaan dan kebaikan yang dapat mengontrol perbuatanmu, tidak diselingi perbuatan salah, perbuatan durjana, ini ajaranmu yang pantas diikuti dan dilarang mendatangkan mala petaka kutuk, ditujukan kepada siapa saja, ditujukan kepada semua keturunan dan warga Manu.
Pada jaman dahulu kala, di India, beliau Batara penguasa tertinggi, dapat dikalahkan, oleh musuh, ditangkap dipukul dan disiksa, tidak dapat membela diri, akhirnya lari dengan tidak menentu, ingin masuk ke tengah hutan, masuklah ia di bawah biji tumbuhan Jawa, dinaungi oleh tumbuhan hea beras, ada burung perkutut dan bayan, lagi pula (ada) sapi hitam mulus. Di sana burung tersebut memakan biji-bijian, menampakkan keadaan yang wajar, burung itu bersuara, sapi itu jinak tidak liar. Oleh karena demikian, dikira oleh musuh beliau Batara, tidak ada orang di sana, segera ditinggalkan, pada akhirnya selamatlah beliau. Pergilah beliau menuju Jawa, dinobatkan menjadi pemimpin negeri, beliau berwasiat, seketurunan Wisnuwangsa tidak memakan daging perkutut, dan Bayan, apalagi daging sapi yang bulunya berwarna hitam mulus, wija maya (Jawa), eha beras, sama-sama tidak boleh yang melanggar, oleh semua keluarga seketurunan golongan Wisnuwangsa.
Demikian wasiat beliau Batara Manu. Apabila tercela dalam kehidupan, lebih-lebih untuk mengabdi, terhadap keluarganya, akibat kesulitan penghidupan, oleh karena itu menjadi melanggar pedoman hidup, itu tidak merupakan dosa, berhak bila merendah terhadap saudara, sebab satu keturunan, seperti perputaran roda pedati, dapat di bawah dan dapat pula di atas. Jika engkau memohon bantuan/perlindungan terhadap orang bawah, ya dapat pula merendahkan derajat, berakibat menyimpang dari etika, menyebabkan terperosok ke dalam sumur mati, menjadi manusia biasa ( ekajati), tidak memiliki nama baik, senang makan minum kepunyaan orang lain, itu namanya hina, tidak dapat disucikan, ( hendaknya ) dijadikan pedoman bagi empat golongan manusia, janganlah engkau meniru perbuatan tersebut, semoga selamat, panjang umur, sempurna, sampai sanak saudara dan keturunannya, selamanya disenangi di bumi, ya Tuhan semoga senantiasa berhasil.
Ini adalah jenis busana (alat) yang dapat/bisa digunakan dalam upacara kematian, ijin dari beliau Sri Raja Batur Renggong, engkau bisa menggunakan busana manusia utama, sesuai dengan tata cara kerajaan (Dalem), menggunakan peti usungan, upacara penyucian, upacara Ngaben dengan membakar jenazah, bade ( tempat usungan ) bertumpang sembilan, taman agung, candra sari, cakraantita trawangan, tempelan kapas lima warna, sembilan tumpang warna warni, kain panjang, cemeti dari bulu merak yang panjang dan burung cendrawasih berkuncir, balai-balai dari bambu gading, gender yang digotong menyertai bade (tempat usungan), binatang singa bersayap, yang lain sapi/lembu jantan yang hitam, magumi undag sapta, balai silunglung, lengkap dengan kajang (kain penutup may at) dengan perlengkapannya, walantaga, pakelem yang dibuat dari emas, lengkap dengan kawat emas, parbha padma lenkara, bukan diikatkan pada galar. Harus diberi tirta (air suci) untuk ukuran yang utama dengan uang (harga) 16.000, menengah 8.000, sederhana harga 4.000,. Kelanjutan dari (upacara) kematian, boleh melakukan upacara Atma wedhana, upacara baligya sradha, menengah panileman, mangrorasin.
Demikian rangkaian upacara pengabenan tingkatan utama, boleh menggunakan kawat emas, itu perwujudan dari delapan penjuru arah yang di tengah-tengahnya terdapat bulatan yang bertuliskan Dasa Aksara. Berapa besar bahaya keutamaannya? Kamu tidak tabu, hanya keinginan untuk mempercayai orang lain, mengikat galar, tidak tahu dengan maknanya, jika engkau ingin mengetahuinya inilah sebenarnya, Hurat mawrat, tar porat, jika memakai perlengkapan yang berat ( berlimpah ), menengah namanya. Jika tidak memakai perlengkapan yang berbobot, bernama nista (sederhana). Jika menggunakan/berbobot perlengkapannya, bernama besar (utama). Rupa/fungsi kawat emas, bagaimana bentuk kawat mas? Kain putih, lebarnya seukuran destar, itu sebagai alas, simbul tikar, di tempel bentuk Ongkara kawat mas, tidak boleh digambari (dirajah) oleh orang kaum rendah (Sudra), yang berhak juga brahmana.
Setelah siap/sedia , dipasang di atas bagian hulu pawalungan, itu melambangkan padmanglayang, setelah jenazah diperciki dengan tirta pangentas, ditutupi dengan kawat emas, agar sama-sama terbakar dengan jenazah, itu bermakna utama.
Apa keutamaannya ? Ini kenyataannya, dahulu di Surga, pada waktu semua roh berkumpul, dijemur di teriknya panas, ada satu roh, terbebas oleh panas, tertutup oleh awan, kemudian ditanyai oleh Sang Suratma, diperiksa tulisan di kepalanya, menjawab roh itu, mengaku memakai kawatamas, berbentuk padma reka, itu sebabnya terbebas dari kekeringan. Itu kemudian ditiru oleh yang mengetahui keadaan tersebut, karena kawat emas itu sangat utama, demikian diberitakan, jangan ceroboh.
Ini petunjuk perilaku Arya Gajah Para yang menjadi rohaniawan. Bagi yang melaksanakan/menjadi Resi, diwajibkan melakukan diksa brata boleh mengenakan jujumpung dan rambut di sanggul , seperti pakaian seorang pendeta Siwasidhanta (sekta Siwa), juga boleh bercukur pendek seperti pendeta golongan Budha. Berpakaian serba putih, harus memakai tongkat yang berukuran panjang setinggi badan, pada ujungnya bhajra yantu, tidak boleh lepas tongkat itu, dibawa pada saat bepergian, sebagai tanda itu, untuk tidak salah tafsir. Jika sudah diberi tanda, menggunakan tongkat bhajra yantu, yang menjadi ujungnya, itu sesungguhnya adalah Bhujangga Resi, tidak keliru (bila) akan bertanya, karena masih ada yang menandakan. Jika dia Resi, Bhujangga, berjalan tanpa tongkat, itu dapat membuatnya terserang noda/kotor, bagaimana ia itu, ketiga aliran sulinggih, berjumpa di jalan, Semuanya menyapa, disertai tercakupnya kedua telapak tangan, serta membungkukkan badan, sang Resi segera berkata, mengaku dirinya bukan pendeta, mereka sang tri wangsa menjadi malu, dalam benaknya salah sangka, marah dalam hatinya, segera terdengar suara cemoohan, menimpa diri Sang Resi, itulah sebabnya berjalan dengan tongkat, baru kelihatan keadaan yang nyata (kejatiannya), wajah Resi Bhujangga, pendeta bertabiat tenang dan murid sang pendeta.
Demikian perilaku Resi Bhujangga, jangan tidak berhati-hati, menjaga tingkah laku itu, jelas sang Adi Guru, semoga tidak bercampur dengan pikiran kotor, bagaikan kristal permata, pikiran itu serta bersih berkilap tidak berawan, tidak menentang perintah, sang Adi Guru, sekalipun tertimpa hujan dan panas, berat ringan, lebih-lebih turun ke sungai jurang yang dalam dan tidak dirisaukan oleh orang yang menjunjung dharma, bising hening menahan lapar, dahaga menginginkan agar berhasil perintah sang Adi Guru, bersama orang yang wajib dihormati, sampai dengan keluarga sang Adi Guru, putri guru, kakak guru, adik guru, paman guru, kakek guru, keluarga guru, cicit guru seluruh anggota keluarga, kawan, keluarga sang Adi Guru, hendaknya semua dapat dihormati. Karena semua pengajar (guru) dianggap berasal dari perbuatan utama ( baik ).
Lagi pula seorang Resi tidak berhak mencarikan jalan bagi orang yang satu keturunan (sidikara) bila meninggal, jika mencarikan jalan keluarga, itu akan menjadi rendah (nista), bukan orang yang telah suci, apa sebabnya demikian, karena seorang Resi itu adalah dari keturunan, maka hilanglah keharumannya, tidak dapat disucikan/diupacarakan oleh sang pendeta Brahmana. Kemudian ada salah seorang berkeinginan untuk menyucikan diri menjadi pendeta, berlaku seperti Resi Bhujangga, itu tidak dapat didiksa, puasa, oleh beliau Mpu Dhang Guru Brahmana, karena murid Resi, bukan keturunan wiku, brahmana, seorang petani tulen menjadi utama, demikian celakanya bila dicarikan jalan oleh Resi.
Lagi jika upacara hayu (bukan duka ), upacara penyucian diri, upacara tentang kehidupan, itu dapat dipimpin oleh Resi, tetapi sebelumnya menyampaikan perkenan kepada Dhang Guru agar tidak berbuat sekehendak hati, lancar, bebas/terlepas dari kekurangan lebih-lebih membuat bingung, tidak berhasil, sebagai akibat kurang nasihat dari sang Adi Guru, ikut terbawa-bawa sang guru, oleh karena pelaksanaan keliru muridnya, itu juga sama-sama menyebabkan ditaati, memohon restu kepada sang Adi Guru, pada waktu melaksanakan upacara, lagi pula pada saat sang Guru dalam wujud Ardhanareswari menyatu ke alam sunyatmaka (Surga), Sang Resi harus mempersembahkan air suci pada kaki, menghaturkan penyucian kaki beliau. Juga pada waktu hari raya Galungan tiba, Kuningan, pada saat itu sang Resi (juga) mempersembahkan daging untuk pelaksanaan Galungan, sebagai persembahan layaknya hormat kepada Gumi. Lagi pula ingatlah tata krama itu, menghadap sang Adi Guru, jangan sembunyi-sembunyi, pergi (juga ) sembunyi-sembunyi, tidak mengabaikan bimbingan, tidak memalingkan muka, tidak salah dengar, tetap menatap muka, setiap berucap dan berkata dengan hormat, jangan menutupi pembicaraan yang tidak benar, tidak mencampuri pembicaraan Adi Guru, tidak menyangkal perintah, mempercepat dapat dimengerti, jangan tetap membenarkan terhadap apa yang belum benar, tidak mengeruhkan permandian sang Adi Guru, tidak menolak perintah, tidak menginjak bayangan sang Adi Guru, tidak menduduki tempat duduk sang Guru, tidak turun naik dalam perasaan, tidak memotong-potong pembicaraan sang Adi Guru, jangan sering lemah dan memudar, dan juga awasi dari kejauhan, jika belum nyata/ pasti tentang keadaan sang Adi Guru, jangan segera mencampuri, jangan berbicara dan menjawab dengan membalikkan punggung.
Demikian tata cara seorang putra guru, putri guru, kakak guru, adik guru, ada penghormatan yang tulus dari dalam hati, dengan suara yang lembut, bahasanya/nadanya datar, ucapannya mempesona, dengan perkataan Ida Bagus, Ratu Ida Ayu, lagi pula saat menghadap sang Adi Guru, jika terlihat putra sang Guru, putri guru, kakak dan adik guru, ajak (tawari) duduk bersama, jangan engkau menghalangi duduk, juga jangan membelakangi, jangan menyuguhkan makanan yang telah diambil dengan tidak teratur. Jika telah tiba saatnya meninggal, engkau dapat meminta untuk menggunakan Padmasana, apa sebabnya bisa, karena engkau merupakan perlindungan manusia, menjadi sahabat sang pendeta menceriterakan jalan/mengupacarakan orang yang telah meninggal, sekalipun engkau gadis yang kecantikannya telah menyusut, gadis (istri ) Resi panggilanmu, sama-sama bisa/dapat menjadi pelindung manusia, memakai gelung kesa gagato seperti pakaian istri pendeta.
Demikian tata cara sang Resi, taat terhadap sang brahmana, jangan mabuk menganggap diri tabu, engkau merupakan wadah berbunyi, sang pendeta yang mengisinya, menghidupkan, dan memberikan kekuatan jagat, beliau dianggap air kehidupan, sekalipun wadah itu bocor, tetapi memiliki kewenangan untuk menyalurkan kehidupan, berbeda dengan kulit seekor kambing, dipakai oleh Baladewa, menimba air dari sumur, sekalipun pekerjaan suci, waspadai baunya yang busuk, karena dicemari oleh tempat. Demikian perbuatan yang alpa, itu sebabnya di waspadai oleh yang menjunjung dharma ( kebenaran ), berusaha melaksanakan tiga perbuatan baik, agama, kebaikan, tingkah laku yang baik.
Ini purana (silsilah /cerita kuno ) tentang area perwujudan di Pura Puri Anyar Sukangeneb, yang berada di Sinduwati, Singharsa, dipuja oleh para keturunan beliau semua. Ahli waris yang memelihara, para keturunan Jro Gede Wiryya, keturunan dari I Gusti Gede Tianyar, beliau memang bersaudara, tiga, anak dari I Gusti Gede Tianyar Sekar.