ARYA BELOG

Rabu, 15 Juli 2009 | |

DALAM sebuah diskusi babad di Jakarta, saya mendapat pertanyaan begini: "Apakah Arya Belog itu sama dengan Arya Tan Wikan? Kalau sama, kenapa namanya berbeda".
Saya menjawabnya dengan enteng saja. Arya Belog tentu saja sama dengan Arya Tan Wikan, karena pengertian kata itu juga sama, "belog" dan "tan wikan" hanyalah penghalusan dalam bahasa Bali, yang artinya bodoh. Masalahnya kenapa ada penghalusan bahasa? Itu berkaitan dengan penghormatan kepada seorang tokoh, bagaimana keterikatan batin seseorang terhadap tokoh itu. Penghormatan ini juga dipengaruhi oleh budaya lokal, kebiasaan tata pergaulan setempat. Sama dengan penghormatan untuk seorang ayah. Ada beberapa sebutan: nanang, bapa, guru, aji. Dalam bahasa Indonesia pun begitu, ada yang menyebutnya: ayah, bapak, papa, babe, bokap.
Kepada peserta diskusi, saya justru balik mengajukan pertanyaan: "Apakah Anda yakin Arya Belog atau Arya Tan Wikan itu, memang nama sebenarnya?" Saya kemudian menjelaskan, bagaimana babad itu harus dibaca dan dipahami. Di masa lalu, seorang tokoh yang datang ke suatu tempat sering "tidak bernama". Bisa karena tokoh itu tak ingin mengagungkan namanya, bisa pula karena masyarakat setempat tak peduli dengan namanya. Karena tokoh itu kemudian berjasa, baru belakangan diberikan nama oleh para pengikutnya dengan beberapa variasi. Ada nama karena julukan, ada nama karena wilayah menetap, ada nama karena keturunan. Danghyang Nirartha di daerah lain disebut Pandita Sakti Wawu Rawuh, karena para pengikutnya sama sekali tak peduli dengan nama beliau. Beliau datang sebagai pendeta dan berjasa mengobati banyak orang, masyarakat memberikan julukan "pendeta sakti yang baru datang".
***
ADA lagi pernyataan dari seorang intelektual Hindu, ketika diskusi babad di Denpasar. Ia mengaku heran, kenapa orang Bali sekarang ini gemar membaca babad. Itu hanya membuang waktu dan bahkan berdampak buruk. Orang-orang Bali sekarang ini akhirnya tersekat dalam kelompok-kelompok karena menemukan silsilah dirinya dalam babad. Kalau berdampak buruk yang hanya memecah-belah orang Bali ke dalam soroh (clan), untuk apa babad ditulis? Lagi pula, sejauh mana penulisan babad itu benar?
Pernyataan itu ada sisi benarnya dari segi keakuratan penulisan babad. Namun, kekhawatirannya berlebihan bahwa penulisan babad berdampak buruk. Babad adalah sejarah. Untuk apa babad ditulis? Sama saja dengan pertanyaan, untuk apa sejarah ditulis? Babad atau sejarah ditulis untuk melihat perjalanan sebuah peradaban. Dari penulisan ini kita menjadi tahu, siapa tokoh yang memainkan peran dalam peradaban itu. Bahwa terjadi penyimpangan, ada tokoh yang perannya dikecilkan dan tokoh lain perannya dibesarkan, itulah akibat ketidak-netralan penulis sejarah. Jangankan babad yang terjadi di masa ratusan tahun lalu yang penulisannya punya kendala karena sumber-sumber sulit didapatkan, sejarah Indonesia moderen pun sudah simpang siur. Lihat yang terjadi sekarang, sejarah Serangan Umum 1 Maret sudah beda antara versi Orde Baru dengan versi setelah Soeharto tak lagi berkuasa. Atau sejarah Supersemar yang membingungkan, apakah Soeharto melakukan kudeta atau Soekarno yang rela memberikan pelimpahan wewenang. Tapi penulisan sejarah tetap penting, dan pelurusan penulisan itu sendiri lebih penting lagi.
Begitu juga babad, penulisannya sangat penting. Kalau ada prasasti baru lagi ditemukan, pelurusan babad pun bisa dilakukan kembali. Masyarakat Bali moderen tak boleh mengabaikan begitu saja keberadaan babad, apalagi memandang penulisan babad sebagai sesuatu yang tak perlu. Sebaliknya, membaca babad juga harus kritis, dan kita harus siap dengan logika, baik mengenai waktu, peristiwa, maupun prilaku tokoh-tokoh dalam babad. Sama halnya dengan penulisan sejarah moderen, penulis babad bisa sangat subyektif karena faktor garis keturunan. Ia bisa membesar-besarkan tokoh pujaannya meskipun perannya kecil. Atau sebaliknya. Sama seperti Soeharto ketika berkuasa, sejarah menulis perannya sangat besar pada Serangan Umum 1 Maret, padahal peran besar itu ada pada Sultan HB IX.
Nah, bagaimana kemudian jika babad itu dibawa dalam kemasan kesenian? Itu sangat tergantung sekehe yang membawakannya, dan bagaimana kelompok itu memuja tokoh dalam babad. Saya punya beberapa versi cerita tentang Ki Pasek Tangkas Kori Agung dalam kaset topeng. Semua versinya beda, tergantung siapa yang ditonjolkan. Bagaimana kita harus mencari pembenarannya? Jangankan kisah masa dulu kala, kisah Jayaprana yang lebih "kekinian" pun juga beda penyajiannya. Ada drama gong yang menyuguhkan adegan, Jayaprana sebelum dibunuh Saunggaling melakukan perlawanan. Mungkin kena pengaruh arja. Tetapi, ketika saya bermain drama gong di kampung sekitar 1970-an, saya menyuguhkan versi lain: Jayaprana dibunuh pelan-pelan di pangkuan Saunggaling, dan justru Saunggaling yang menangis karena ia hanya menjalankan tugas, sementara Jayaprana pun sudah merasa hak raja untuk menghentikan hidupnya, karena memang ia anak pungut. Saya mendapatkan sumber cerita itu dari penuturan ayah, yang terlibat dalam pengabenan Jayaprana, lagi pula masa remaja saya sering berada di rumah kerabat keluarga yang persis di depan Pura Jayaprana di Kalianget. Boleh jadi saya sangat subyektif.Karena itu, jika mencari keakuratan babad lewat pentas kesenian, hanyalah sia-sia, karena seniman punya kebebasan untuk mencari sudut pandang, pesan apa yang mau disampaikan kepada penonton.

9 komentar:

ketoet Astawa mengatakan...

Kalo kita perhatikan Nama Arya Belog, sebenarnya bukan belog bahasa bali. karena dalam bahasa jawa ( kuno, madya , Kawi ) tidak ada pengertian tsb. mhs, sejalan dengan nama Arya Kenceng, maka Arya Belog ini harus dibaca BELOK. (lawan Kenceng ).
Agar di renungkan dan dipahami.

ketoet Astawa mengatakan...

info tambahan; Contoh lain dalam pengucapan kalimat berakhiran " G " yang diucapkan "K" dalam bahasa / lidah Jawa, Dolog di ucapkan "Dolok" ., Patung JOKODOLOG ( depan ktr Gubernur Jatim ) di baca JOKODOLOK., jadi sangat jelas bhw, Arya Belog di haluskan menjadi Arya Tan Wikan adalah keliru. oleh karena itu mulai saat ini mereka yg merasa menjadi sentana beliau Arya Belog menghentikan polemik nama belog dengan pengertian bhs Bali. Dan agar dikoreksi menjadi Arya Belok. Ini didukung dengan fakta sejarah bhw beliau punya saudara yang bernama Arya Kenceng ( lawan kata Belok yang ditulis Belog). Mdh2an info dapat mencerahkan semua pihak penekun babad Bali m/ sejarah Arya-Arya di Bali yg menjadi pengikut Patih GajaMada.

Unknown mengatakan...

Arya belog atau arya belok lawan kata dari arya kenceng..
Kenapa di beri nama arya belok dan kenapa di beri nama arya kenceng...?Mohon penjelasan nya

Bagus Ambara mengatakan...

Patut pisan sekadi punika,🙏🙏

Arya lengeh mengatakan...

Ah itu kan pembenaran ente saja, bilang aja namanya arya goblok, arya lengeh atau arya beler

Arya lengeh mengatakan...

Itu krna mereka gak terima aja leluhurnya bego makanya cari cari kata lain

Gusti enk mengatakan...

Coba Tanya Maha Patih Gajah Mada, beliau yang mengajak leluhur kami Sirarya Belog bersiasat mengalahkan Raja Bali Sri Maharaja Gajah Wahana (saya belum lahir pada saat itu)
Mohon maaf bila ada salah kata.
Terima kasih

Ngurah Putra mengatakan...

Para keturunan warih kesatria wisnu wangsa Airlangga terhormat, yang terhormat para kesatria keturunan Airlangga Kesatriyeng Kediri Sri Jayabhaya/Sri Semarawijaya dan Kesatriyeng Sri Jayasabha/Mapanji Geraksaan, saya adalah keturunan wisnu wangsa juga karena leluhur saya adalah Arya Pengalasan alias Arya Buru alias Arya Timbul dianugerahi oleh Raja Airlangga 3 nama sekaligus utk mengganti nama dari pemberian ibunya Diyah Giriputri yg dari putri seorang pertapa Rsi Tapaswi di hutan gunung (wanagiri) lereng utara gunung Penanggungan (nama kecil Ki Barak). Diyah Giriputri ini adalah isteri selir Raja Airlangga bertemu pada saat Raja Airlangga diiringi oleh pengawalnya berburu kijang didalam hutan gunung wana giri. Bahwa benar Kesatriyeng Jayasabha menurunkan "sad arya bersaudara" ; Raden Cakradara, Arya Damar/Adwaya Brahma, Arya Kenceng, Arya Sentong, Arya Kuthawaringin, Arya Belog/Pudak. (Kenceng x Belok).

Si.crodiet mengatakan...

Ini yang komen @arya lengeh sebenarnya dia yg bego dari tutur katanya

Posting Komentar